Jumat, 18 Maret 2016

Misteri Gadis Buruan 5: Misteri Putri Wilasin

Ilustrasi Putri Wilasin. (Foto: banhup.com)

Setibanya di tempat sepi, dari balik pakaian Putri Aninda Serunai meresap keluar asap tebal merah yang kemudian menyelimuti tubuh bawahnya sebatas pinggang. Kini kaki Putri Aninda Serunai tidak tampak, seluruhnya tertutup asap merah tebal.

Sebenarnya itulah ciri khas Putri Aninda Serunai, selalu diselimuti asap merah yang mengandung racun ganas. Perpaduan kecantikannya yang jelita dengan asap beracun membuat ayahnya memberi julukan “Bidadari Asap Racun”.

Tubuh Putri Aninda Serunai bergerak maju seperti terbang. Kakinya tidak menyentuh tanah. Sementara aroma bunga mawar kian tajam tecium olehnya.

Clap!

Tiba-tiba muncul begitu saja sesosok lelaki yang langsung berlutut dengan kepala menunduk di hadapan Putri Aninda Serunai.

“Hormat hamba, Tuanku Putri,” ucap lelaki berjubah biru itu.

“Bangunlah, Bayang Mawar!” perintah Putri Aninda Serunai.

Lelaki berusia 43 tahun itu segera berdiri. Ia memelihara jenggot sejengkal, beralis tebal dan berambut gondrong yang ujungnya agak ikal. Tubuh lelaki berpakaian serba biru ini memang menebarkan aroma mawar yang sangat menyengat. Ia bernama Pengawal Bayang Mawar.

“Bersikaplah biasa saja. Pesan apa yang kau bawa dari Ayahanda, Bayang Mawar?” tanya Putri Aninda Serunai.

“Hamba diperintahkan untuk membawa Tuanku Putri kembali. Ada satu hal yang ingin dibicarakan oleh Yang Mulia Raja dengan Tuanku Putri,” ujar Pengawal Bayang Mawar.

“Apakah sangat penting dan mendesak sehingga aku harus kembali?” tanya Putri Aninda Serunai.

“Hamba tidak mengetahui sejauh itu, Tuanku Putri. Hamba hanya dititahkan untuk kembali bersama Tuanku Putri.”

“Apakah kau melihat ada yang pernah datang menemui Ayahanda?” tanya Putri Aninda Serunai.

“Sebelum hamba diperintahkan untuk mencari Tuanku Putri, telah datang Raja Gandarawe dan Pangeran Sageti Dewa. Hamba tidak mengetahui maksud kedatangan mereka.”

“Untuk saat ini, aku tidak bisa kembali. Jika tidak ada sesuatu yang sangat-sangat penting, tidak usah pergi memanggilku kembali. Kembalilah. Bila Ayahanda mengharapkan aku kembali, tunggulah satu purnama lagi. Aku tidak akan apa-apa di dalam dunia persilatan ini.”

“Bisakah Tuanku Putri memberiku alasan pembelaan di hadapan Yang Mulia Raja?”

“Katakan saja kepada Ayahanda bahwa aku sedang merawat calon keluarga kerajaan. Oh ya, bagaimana keadaan adikku?”

“Tuanku Putri Aninda Lembayung kini berada di kediaman Putri Siluman Embun.”

“Sedang apa ia di sana?” tanya Putri Aninda Serunai cepat.

“Setahu hamba, Tuanku Putri Aninda Lembayung ingin mempertinggi kesaktian.”

“Apakah kepergiannya atas izin Ayahanda dan Ibunda?”

“Benar, Tuanku Putri.”

“Sekarang pergilah!” perintah Putri Aninda Serunai.

“Baik, Tuanku Putri.”

Clap!

Dengan begitu saja Pengawal Bayang Mawar lenyap entah ke mana. Putri Aninda Serunai kemudian melenyapkan asap racun yang menyelimuti kakinya. Selanjutnya ia melesat laksana hilang. Tahu-tahu ia sudah tiba di pintu rumah makan.

“Sanggana lucu... aku datang...!” teriak Bocah Kuntilanak nyaring lalu melesat di udara dengan tubuh mengarah ke beradaan Sanggana yang duduk satu meja dengan Sukma Lentani.

Melihat tindakan Bocah Kuntilanak yang kembali mengganggu Sanggana, Putri Aninda Serunai cukup memandang tubuh Bocah Kuntilanak. Maka, ....

Dagk!

“Hekh!” keluh Bocah Kuntilanak dengan tubuh mental kencang dihantam kekuatan mata Putri Aninda Serunai.

Bdroakr!

Tubuh Bocah Kuntilanak keras menjebol dinding papan rumah makan itu. Legaspati segera menghampiri tubuh Bocah Kuntilanak yang sulit bangun karena kesakitan.

“Dasar bocah badung nakal nekat!” rutuk Legaspati sambil membantu Bocah Kuntilanak berdiri.

Bocah Kuntilanak hanya senyum-senyum kepada Legaspati yang membuat si pemuda geregetan.

“Sekali lagi aku peringatkan, jangan suka bermain dengan maut!” kecam Legaspati. “Lebih baik kau bermain dengan adiknya Sanggana. Ia juga lucu dan cantik.”

“Benar benar benar!” kata Bocah Kuntilanak membenarkan.

Bocah Kuntilanak lalu berkelebat di udara dan langsung mendarat duduk di meja depan Brakantani.

“Hai, mungil, mau main?” tanya Bocah Kuntilanak kepada Brakantani.

Brakantani tidak langsung menjawab. Ia lebih dulu memandang Sanggana di meja yang lain. Sanggana hanya mengangguk. Brakantani pun akhirnya mengangguk kepada Bocah Kuntilanak yang membuat gadis berwatak “bocah” itu tertawa girang.

“Kita lanjutkan perjalanan, Nenek Lewang!” kata Sanggana kepada Nenek Lewang yang duduk satu meja dengan Brakantani dan Legaspati.

“Baiklah,” jawab Nenek Lewang. Lalu katanya kepada Bocah Kuntilanak, “Kita lanjutkan perjalanan.”

Sementara Putri Aninda Serunai mengurus pembayaran apa yang dirusaknya dan apa yang mereka makan.

“Eh, biarkan si Kuntilanak yang membayar!” kata Legaspati kepada Putri Aninda Serunai.

“Biarkan. Jangan ganggu ia tetap bersama Brakantani supaya tidak beralih mengganggu Sanggana,” kata Putri Aninda Serunai.

Legaspati hanya naikkan alis dan manggut-manggut.

Mereka pun keluar dari rumah makan tersebut.  Bocah Kuntilanak sibuk bermain-main dengan Brakantani sambil terus berjalan mengikuti rombongan. Tidak jarang keduanya tertawa-tawa dan sesekali diliputi keseriusan sendiri.

Dengan setia Putri Aninda Serunai kembali menggendong Sanggana di punggunnya. Memang tidak elok dipandang, seorang lelaki dewasa harus digendong oleh seorang gadis, tapi memang demikianlah keadaannya. Sanggana yang menderita kelumpuhan di kedua kakinya harus menerima kebaikan kekasihnya yang tanpa malu menggendong dirinya.

“Ke mana kau tadi, Aninda?” tanya Sukma Lentani seraya berjalan di sisi kiri Putri Aninda Serunai.

“Ada utusan dari Ayahanda yang memintaku untuk kembali,” jawab Putri Aninda Serunai.

“Lantas kau menolak lantaran aku?” tanya Sanggana.

“Aku tidak akan meninggalkan Kakak dalam keadaan seperti ini, kecuali sangat-sangat mendesak,” kata Putri Aninda Serunai.

“Jangan hanya karena perawatan kakiku kau mengabaikan urusan yang lebih penting,” kata Sanggana.

“Guruku mungkin bisa membantumu untuk memulihkan tulang kakimu secara cepat, Sanggana,” kata Nenek Lewang.

“Menurutmu bagaimana, Aninda?” tanya Sanggana.

“Selama tidak melakukan penyentuhan kulit,” jawab Putri Aninda Serunai.

“Sepertinya cukup sulit memiliki kekasih yang pencemburu tinggi,” kata Nenek Lewang yang berjalan hanya beberapa langkah di depan bersama Legaspati.

“Tapi aku suka itu, Nenek,” timpal Sanggana.

Pembelaan Sanggana memberi kesejukan tersendiri di perasaan gadis yang ditungganginya itu.

“Aku mau ikut bermain dengan Bocah Kuntilanak dan Brakantani,” kata Sukma Lentani lalu bergerak mundur dan sambil tertawa riang, ia bergabung bermain dengan Bocah Kuntilanak.

“Kapan kita tiba, Nenek?” tanya Sanggana.

“Bila hanya berjalan biasa seperti ini, menjelang petang kita tiba,” jawab Nenek Lewang.

“Kira-kira di sana nanti ada jodoh untukku, Nenek?” tanya Legaspati berseloroh.

“Kau tidak tertarik dengan kecantikan Sukma Lentani?” Nenek Lewang balik bertanya.

“Wah, lelaki mana yang tidak tertarik dengan kecantikan setinggi itu? Tapi, siapa yang tidak takut punya kekasih seperti ia?” kata Legaspati.

“Apa yang kau takutkan darinya?” tanya Nenek Lewang.

“Kesaktiannya. Bila aku jadi kekasihnya, lantas ia cemburu, mati sudah riwayatku. Beda dengan Sanggana dan Putri, bila ribut bisa saling mempertahankan diri,” ujar Legaspati.

“Bagaimana dengan Bocah Kuntilanak?” tanya Nenek Lewang.

“Aku menganggapnya sebagai adik belaka. Adik yang nakal sekali,” jawab Legaspati.

Di belakang Nenek Lewang dan Legaspati, Sanggana bertanya kepada Putri Aninda Serunai, “Kau mau menceritakan tentang Pangeran Sageti Dewa?”

“Nama itu kau dapat dari Sukma Lentani?” terka Putri Aninda Serunai.

“Benar.”

“Pangeran Sageti adalah putera mahkota Kerajaan Peringin. Kesaktiannya tinggi,” jawab Putri Aninda Serunai.

“Kata Sukma Lentani, Pangeran Sageti akan meminangmu,” kata Sanggana.

Putri Aninda Serunai agak terkejut mendengar kata “akan meminangmu”. Lalu katanya seraya tertawa kecil, “ Kau jangan mengujiku, Kakak.”

“Mungkin kau perlu menanyakannya kepada Sukma Lentani,” kata Sanggana.

“Walaupun ketampanannya melebihi Kakak, usahanya tidak akan ada hasil,” kata Putri Aninda Serunai lalu mengalihkan pembicaraan, “Ada yang mengintai kita.”

Setelah Putri Aninda Serunai memberi tahu ada pihak lain, barulah Sanggana merasakan adanya detak jantung di sisi kanan atas dari rombongan mereka. Sementara yang lain tidak merasakan adanya keganjilan.

“Tidak usah mengusiknya. Jika orang itu memang mengincar salah satu dari kita, kita tunggu saja tindakannya. Kita paksa keluar jika masih mengikuti,” ujar Sanggana tanpa mencari-cari lokasi orang yang dimaksud.

Mereka terus berjalan.

“Hei! Berhentilah bermain!” seru Legaspati kepada tiga gadis yang berjalan di belakang.

Sukma Lentani, Bocah Kuntilanak dan Brakantani berhenti bermain dan bercanda. Mereka dia memandang Legaspati, seakan bertanya.

“Orang itu bergerak!” bisik Sanggana kepada Putri Aninda Serunai.

Tiba-tiba....

Sesst!

Bersamaan dengan melesatnya sesosok tubuh dari atas sebuah pohon besar di sisi kanan rombongan, selarik sinar kuning tipis menyerang ke arah Bocah Kuntilanak.

Bocah Kuntilanak terkejut diam melihat serangan mendadak itu. Namun, Sukma Lentani lebih cepat menyambar tubuh Bocah Kuntilanak.

Blaaar!

Sehingga sinar kuning tipis itu hanya melubangbesarkan tanah.
Legaspati cepat berkelebat ke arah orang tidak dikenal itu. Namun, orang itu sudah menguasai tubuh Brakantani.

“Jangan ada yang bertindak!” seru lelaki berpakaian prajurit sebuah kerajaan itu dengan kelima jari tangan kanannya menempel dikulit leher Brakantani yang hanya diam.

Pria berbadan kekar itu memakai kain merah yang hanya menutupi sebagian badannya. Rambutnya digelung di atas kepala. Wajahnya memelihara kumis muda yang cukup tebal. Di sabuknya yang khas milik prajurit, terselip sebuah keris.

“Siapa kau?” tanya Sanggana dengan tenang.

“Aku Kudarebit, prajurit Kerajaan Kubaban. Aku tahu kalian adalah orang-orang sakti, karena itu aku hendak menukar anak ini dengan Putri Wilasin!” seru Kudarebit.

“Waaah! Itu orangnya Panglima Setan!” pekik Bocah Kuntilanak dengan ekspresi wajah ketakutan lalu buru-buru berlari berlindung di belakang punggung Sukma Lentani.

“Hei! Apa namamu Putri Wilasin?” tanya Sukma Lentani seraya berpaling kepada gadis di belakangnya. “Tidak kusangka kau seorang putri.”

“Iya iya iya, tapi aku tidak mau ikut orang jelek itu!” kata Bocah Kuntilanak panik.

“Kau salah mengambil sandera, Prajurit,” kata Sanggana.

Brakantani lalu menarik napas dalam-dalam yang membuat Kudarebit terkejut, sebab tiba-tiba Kudarebit tidak merasakan menyentuh apa-apa pada tangannya. Tubuh Brakantani berubah menjadi sosok seperti bayangan yang bisa dilihat tapi tidak bisa disentuh. Tangan Kudarebit seperti menyentuh fatamorgana.

Brakantani dengan mudahnya berlari pergi dari sekapan Kudarebit dan bergabung dengan Putri Aninda Serunai. Setelah itu, wujudnya kembali normal. Brakantani baru saja mengerahkan ilmu Ikatan Alam Dewa, kesaktian yang diwariskan oleh Putri Aninda Serunai.

Beg!

“Hekh!” keluh Kudarebit dengan tubuh terpental ke belakang, setelah tenaga dalam Sanggana menghantam tubuhnya.

Namun, Kudarebit mampu menguasai tubuhnya dan mendarat dengan sempoyongan.

“Prajurit, Bocah Kuntilanak tidak mau ikut denganmu. Jadi, jangan memaksa!” seru Legaspati.

“Tidak. Selama Putri Wilasin masih hidup, dia bisa mengancam kehidupan Kerajaan Kubaban. Aku harus membawanya hidup atau mati!” kata Kudarebit.

“Hei! Hebat sekali dirimu hingga bisa mengancam satu kerajaan!” puji Sukma Lentani sambil menepuk bahu kiri Bocah Kuntilanak.

“Lebih baik kali ini kau urungkan niatmu. Bocah Kuntilanak bersama kami, jadi ia ada dalam perlindungan kami. Cobalah lain kali dengan pasukan yang lebih banyak,” kata Sanggana.

Kudarebit terdiam, tampaknya berpikir.

“Prajurit, apakah kau menunggu kami untuk unjuk kesaktian lagi?” tanya Nenek Lewang.

“Baik, tapi suatu saat nanti kami akan mengambil Putri Wilasin dari tangan kalian. Sampai jumpa!” kata Kudarebit lalu berbalik dan berkelebat pergi.

“Hebaaat!” sorak Bocah Kuntilanak sambil tepuk tangan sendiri lalu berlari ke arah Sanggana. “Sanggana hebat!”

“Hei! Jangan cari penyakit!” seru Sukma Lentani sambil menyambar dan menarik tangan kanan Bocah Kuntilanak. “Hei! Mengapa Sanggana yang selalu kau puji?”

“Hihihi! Karena Sanggana lucu,” jawab Bocah Kuntilanak tertawa.

“Lama-lama aku merasa lucu juga jika ada bocah itu,” keluh Sanggana yang membuat Putri Aninda Serunai tertawa kecil.

“Kuntilanak, ceritakanlah asal usulmu dan sebab orang kerajaan itu menginginkan nyawamu!” kata Putri Aninda Serunai kepada Bocah Kuntilanak.

“Tidak mau!” jawab Bocah Kuntilanak dengan bibir dimonyongkan.

Bocah Kuntilanak lalu berlari mendahului mereka melanjutkan perjalanan sambil bernyanyi “nanana”.

“Bujuk Bocah Kuntilanak agar mau bercerita. Bila tidak, kami tidak akan melindunginya untuk kedua kali dan ia tidak akan diperbolehkan ikut,” kata Putri Aninda Serunai kepada Legaspati.

Tanpa menjawab, Legaspati segera berlari menyusul Bocah Kuntilanak.

“Mengapa harus memaksanya untuk bercerita?” tanya Sukma Lentani.

“Untuk mengetahui apakah ia salah atau tidak, patutkan dilindungi atau tidak,” jawab Putri Aninda Serunai.

Tampak di depan sana, Legaspati berusaha membujuk Bocah Kuntilanak.

“Tiiidaaak mau!” pekik Bocah Kuntilanak menjawab bujukan Legaspati yang gagal.

“Hei! Bocah itu pasti mau jika Sanggana yang membujuknya,” kata Sukma Lentani.

“Bagaimana, Aninda?” tanya Sanggana.

“Demi kebaikannya,” jawab Putri Aninda Serunai.

Sanggana lalu memanggil Bocah Kuntilanak, “Putri Wilasin!”

Panggilan dari suara orang yang sangat dikenalnya itu membuat Bocah Kuntilanak berhenti bergerak, lalu cepat berbalik memandang kepada Sanggana.

“Kemarilah!” panggil Sanggana.

“Aku datang...!” teriak Bocah Kuntilanak seraya berlari mendekat.

Sementara Putri Aninda Serunai selalu siap mementalkan tubuh Bocah Kuntilanak jika berbuat berlebihan terhadap Sanggana. Namun, kali ini Bocah Kuntilanak berhenti di hadapan Putri Aninda Serunai.

“Ada apa, Sanggana lucu?” tanya Bocah Kuntilanak dengan wajah cerianya.

“Apakah kau mau menceritakan asal usulmu?” tanya Sanggana.

“Jika Sanggana lucu yang minta, pasti aku cerita. Tapi, aku jalan di samping Sanggana lucu, ya?”

“Asalkan tanganmu jangan nakal,” kata Putri Aninda Serunai memberi syarat.


“Iya iya iya!” jawab Bocah Kuntilanak senang.

(Bersambung...)

PM Ethiopia: Lebih 10 Juta Rakyat Kelaparan

Sapi-sapi perternak Ethiopia mati kelaparan. (Foto: Picture-aliance/dpa/J. Robine)
Pemimpin Ethiopia mendesak dunia internasional menyumbangkan bantuan pangan yang diperlukan untuk mengatasi kekeringan yang menyebabkan lebih 10 juta rakyatnya kelaparan.

Badan-badan bantuan dan pemerintah mengatakan, mereka harus meningkatkan bantuan lebih dari $ 1,4 miliar, tapi baru setengah yang terkumpul dari jumlah yang dibutuhkan. Mi’raj Islamic News Agency (MINA) memberitakannya.

Kondisi kelaparan adalah darurat terbesar ketiga di dunia setelah krisis Suriah dan Yaman.

Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn mengatakan kepada kantor berita AP, Kamis (17/3), Ethiopia tidak boleh diabaikan dengan cara apapun, meskipun terjadi krisis di wilayah lain di dunia.

Kekeringan Ethiopia mengancam kehidupan 400.000 anak.

Amerika Serikat telah menjadi pendonor terbesar dengan memberikan lebih dari $ 532 juta dalam bentuk bantuan kemanusiaan ke negara itu sejak Oktober 2014.

Pemerintah Ethiopia juga telah menghabiskan dana sendiri sekitar $ 380 juta.

"Negara saya pantas mendapat dukungan lebih karena kami juga melindungi 750.000 pengungsi dari negara-negara tetangga yang membutuhkan bantuan pangan," kata Hailemariam.

Negara Tanduk Afrika itu menampung sejumlah besar pengungsi, terutama warga Sudan Selatan, Eritrea dan Somalia.

"Jika ada yang salah, itu adalah komunitas internasional yang belum datang. Bantuan yang diberikan kepada kami sejauh ini sangat sedikit dan sering datang sangat terlambat. Saya mendorong organisasi seperti UNICEF untuk datang jika mereka pikir ini adalah kasus skenario terburuk," kata Hailemariam.

Kekeringan yang dibawa dari dampak fenomena iklim El Nino itu mempengaruhi hujan musiman, menyebabkan tanaman gagal panen dan ternak mati.

Ethiopia pernah dilanda kehancuran oleh kekeringan di tahun 1980-an yang diperburuk oleh perang saudara, menewaskan ratusan ribu orang dan membawa negara itu menjadi perhatian dunia.