Presiden Perancis mengunjungi pasukannya di Sahel, Afrika. (Foto: ristophe Petit Tesson/Reuters) |
Dikutip dari Al Jazeera, Menteri Pertahanan Florence Parly
mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Ahad, 2 Februari 2020, sebagian besar
bala bantuan akan dikerahkan pada akhir Februari di zona perbatasan yang
menghubungkan Mali, Burkina Faso dan Niger untuk melawan meningkatnya kekerasan
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata.
"Penguatan harus memungkinkan kita untuk meningkatkan
tekanan terhadap ISIS-GS. Kami tidak akan memberikan ruang bagi mereka yang
ingin mengacaukan Sahel," kata Parly merujuk pada kelompok ISIS di Greater
Sahara.
"Bagian lain dari bala bantuan ini akan secara langsung
dilibatkan dalam pasukan G5 Sahel untuk menemani mereka dalam
pertempuran," tambahnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, peningkatan kekerasan di
wilayah yang banyak kelompok bersenjata aktif, telah meningkatkan rasa tidak
aman di kalangan penduduk setempat.
Bulan lalu, Utusan PBB untuk Afrika Barat (UNSC) Mohamed Ibn
Chambas mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa serangan telah meningkat lima
kali lipat di Burkina Faso, Mali dan Niger sejak 2016, karena lebih dari 4.000
kematian dilaporkan pada 2019.
Chambas mengatakan, serangan itu sering terkait dengan
kejahatan terorganisir dan kekerasan di antara kelompok yang bersaing.
Perancis yang berusaha memperkuat operasi anti-terorisme di
Sahel setelah kehilangan 13 tentaranya sendiri dalam kecelakaan udara yang
mematikan November 2019 lalu, juga akan mengirim sekitar 100 kendaraan lapis
baja ke kawasan itu.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para pemimpin kelompok
G5 Sahel (Mauritania, Mali, Burkina Faso, Niger, dan Chad) meluncurkan rencana
baru untuk memerangi kelompok-kelompok bersenjata pada 13 Januari 2020. (Rudi Hendrik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar