Oleh: Rudi
Hendrik, dipublikasikan di mirajnews.com (MINA) pada 1 Juli 2014
Apakah kalian setuju jika akhlak
lebih penting dari pada ibadah? Sebab, tujuan utama dari semua ibadah adalah
membentuk akhlak.
Sabda Rasulullah tersebut sejalan dengan Firman Allah Subhana Wa Ta’ala:
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21] ayat 107).
Shalat menata
akhlak
Allah Subhana Wa Ta’ala
berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Dirikanlah
shalat, sesungguhnya shalat mencegahmu dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS.
Al-Ankabut [29] ayat 45)
Jadi, siapa yang shalatnya tidak
mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, berarti shalatnya hanya
gerakan-gerakan olahraga. Ia shalat, tapi akhlaknya tidak membaik.
Dalam hadits qudsi Allah Subhana
Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Aku hanya menerima shalat dari orang
yang dengannya ia tawaduk pada keagungan-Ku, tidak menyakiti makhluk-Ku,
berhenti maksiat kepada-Ku, melewati siangnya dengana zikir kepada-Ku, serta
mengasihi orang fakir, orang yang sedang berjuang di jalan-Ku, para janda, dan
orang yang ditimpa musibah.” (HR. Al-Zubaidi [3/21] dan [8/352])
Ada hubungan antara ibadah (shalat)
dengan akhlak (sikap tawaduk dan kasih sayang). Maka sadarlah, jika shalatmu
tidak membuatmu memiliki rasa kasih sayang terhadap orang lain, berarti
shalatmu tidak menghasilkan buahnya secara sempurna.
Zakat dan
sedekah menata akhlak
Allah Subhana Wa Ta’ala
berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan
mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. At-Taubah [9] ayat 103)
Tujuan zakat adalah untuk
menyucikan. Proses pengambilannya pun dengan cara yang santun dan menenteramkan
jiwa.
Makna menyucikan adalah mendidik
dengan akhlak yang baik. Orang yang berzakat akan belajar mengasihi sesama dan
bermurah hati. Demikianlah, ibadah mengalir menuju akhlak.
Bagaimana dengan sedekah? Sedekah
tidak semata-mata memberikan uang kepada seorang pengemis di pinggir jalan.
Mari kita simak hadits Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam yang artinya, “Senyummu di hadapan saudaramu adalah
sedekah. Amar makruf dan nahi mungkar yang kau lakukan adalah
sedekah. Menunjukkan seseorang yang sedang tersesat adalah sedekah. Menuangkan
air dari embermu ke ember saudaramu adalah sedekah. Menuntun orang buta adalah
sedekah. Dan sedekah paling utama adalah sesuap makanan yang kau berikan kepada
isterimu.” (HR. Muslim no.2700 dan Ibnu Majah no.1691)
Pengertian sedekah saat ini telah
bergeser. Ia sebenarnya mengarah kepada akhlak yang mulia. Makna lainnya adalah
“sedekah akhlaki”, nama yang benar-benar menunjukkan esensinya.
Puasa menata
akhlak
Lempar jumrah saat haji (Gambar: Santripedia.net) |
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam bersabda yang artinya, “Jika kalian sedang berpuasa, maka jangan
berbuat kotor dan membentak. Jika dimaki atau diajak bertengkar, katakanlah,
‘Aku sedang berpuasa’.” (HR. Muslim)
Hari saat berpuasa adalah hari
akhlak, karena itu janganlah berbuat fasik, mencela, menyakiti, dan seterusnya.
Puncak akhlak
saat ibadah haji
Allah Subhana Wa Ta’ala
berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ
فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ
خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ
وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
“(Musim) haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berbuat kotor, berbuat fasik
dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 197)
Haji merupakan latihan disiplin
akhlak yang cukup berat. Di sana, kita harus benar-benar berusaha berakhlak
baik. Di sana kita tidak boleh bersuara keras, tidak boleh mencela seseorang,
bahkan kita harus berusaha sekuat-kuatnya memperbaiki akhlak. Kita akan tinggal
di sana sekitar 20 hari, dan itu benar-benar adalah sebuah pendisiplinan.
Tiga juta lebih jamaah haji dituntut
untuk berdesak-desakan setiap tahun. Dalam kondisi yang sangat padat seperti
itu, kita harus benar-benar menunjukkan akhlak.
Mereka semua melempar jumrah dalam
waktu yang sama, mereka semua berada di gunung Arafah pada waktu yang sama. Ketika
itulah akhlak mencapai puncaknya.
Jamaah haji telah latihan berakhlak
baik bersama tiga juta jamaah lainnya selama sekitar 20 hari. Karena itu, sudah
selayaknya seorang Muslim berakhlak baik kepada orang tuanya, istri/suaminya,
kerabatnya, tetangganya dan orang lain, sepulang dari melaksanakan ibadah haji.
Jadi, shalat, zakat, sedekah, puasa
dan haji, tidak akan banyak berarti bila tidak diikuti dengan perbaikan akhlak.
Wallahu ‘alam.
Sumber: Buku
“Indah dan Mulia” karya Amru Muhammad Khalid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar