Oleh:
Rudi Hendrik, dipublikasikan di mirajnews.com (MINA) pada 22 April 2014
Ketika paham
nasionalisme terpaku pada sosok “agung” Kartini, yang setiap tanggal 21 April
memberikan efek budaya di seluruh Indonesia, maka tidak sepatutnya para wanita
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya turut mempersempit diri dengan
pemahaman yang justeru menyeret kepada budaya “bibir neraka”.
Masih
terlalu banyak wanita-wanita indah yang tangguh dan memiliki kontribusi mulia
dalam kejayaan Islam. Dan mereka lebih layak untuk diagungkan, dipelajari dan
dicontoh perilaku ibadahnya untuk kemaslahatan umat manusia, khususnya
untuk Allah, Rasul-Nya, Islam.
Tidak hanya
para Sahabat yang menunjukkan ruh jihad dan pengorbanan yang tinggi untuk Allah
dan Rasul-Nya, para sahabat wanita (Shahabiyat) di masa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam banyak pula yang menunjukkan jihad dan perjuangannya dalam
meninggikan kalimat Allah.
Ada beberapa
Shahabiyat yang patut dicontoh dalam jihad dan perjuangannya:
Nusaibah
binti Ka’b radhiyallahu ‘anha
Shahabiyat ini dikenal sebagai simbol
kepahlawanan dalam Perang Uhud, ia juga dikenal dengan nama Ummu Amarah.
Dalam Perang
uhud, Nusaibah memiliki kepahlawanan dan ketegaran yang tidak mampu dilakukan
oleh banyak kaum lelaki.
Dengan
tangguh ia menghadapi Ibnu Qamiah di medan perang. Ia menebas lawannya dengan
pedang, ia juga ditebas lawannya, sehingga bahunya terluka parah sampai-sampai
telapak tangannya pun bisa masuk ke dalam luka itu. Namun Nusaibah terus turun
ke medan tempur bersama putera-puteranya.
Seorang
puteranya, Habib bin Zaid, akhirnya syahid di tangan Musailamah si pendusta.
Kematian
puteranya tidak menyurutkan langkahnya untuk terus berjuang di medan perang.
Bahkan wanita Pahlawan Perang Uhud ini telah ber’azam (bertekad bulat)
untuk masuk ke medan tempur dan membunuh Musailamah.
Ummu Amarah
berangkat ke medan Yamamah bersama puteranya Abdullah dalam pimpinan Saifullah
al-Maslul (pedang Allah yang terhunus), Khalid bin Walid radhiyallahu
‘anhu. Di sana perang berkecamuk dan Musailamah kabur ke sebuah kebun yang
berpagar dan ia menutup gerbangnya dengan kuat.
Singa-singa
yang beriman menyerbu gerbang. Di antara para singa itu adalah Ummu Amarah.
Mereka
melempar seorang sahabat ke balik gerbang sehingga dapat membukanya. Pada
akhirnya, Musailamah mendapat tikaman mematikan dari Abdullah, disusul oleh
hujaman jitu tombak sahabat Wahsyi. Maka si Nabi Palsu itu pun tersungkur
tamat. Terobatilah luka hati Ummu Amarah atas kematian anaknya Habib di medan
Uhud.
Kaum
Muslimin mengakui keberanian yang tinggi dari sosok mukminah mujahidah ini,
hingga panglima utama, Abu Bakar ash-Shiddiq mendatanginya,
menenangkannya, dan mengakui ketegaran dan pengorbanannya yag menakjubkan itu.
Ummu
Waraqah al-Anshariyah radhiyallahu ‘anha
Suatu hari
ketika Perang Badar, Ummu Waraqah berkata kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk ikut berperang
bersamamu, ikut merasakan sakit yang engkau alami, sehingga Allah
mengaruniakanku kesyahidan.”
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menjawab, “Menetaplah engkau di rumahmu, sesungguhnya
Allah akan mengaruniakanmu kesyahidan.”
Shahabiyat beriman ini pun menuruti perkataan
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Hari demi
hari berlalu. Hingga suatu hari kemudian, datanglah masa yang membenarkan
mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ummu Waraqah
memiliki seorang budak laki-laki dan perempuan. Ia telah menjanjikan kemerdekaan
kepada keduanya setelah ia meninggal.
Namun kedua
hati budak itu disesatkan oleh setan. Dari pada menunggu kapan majikannya
meninggal, kedua budak itu memutuskan membuat majikannya pingsan lalu
membunuhnya. Dan mereka kemudian melarikan diri.
Pagi harinya,
Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah,
tadi malam aku tidak mendengar bacaan bibiku, Ummu Waraqah.”
Umar lalu
masuk ke dalam rumah bibinya, tapi tidak menemukan siapa-siapa. Kemudian ia
masuk ke dalam kamarnya. Umar pun menemukan bibinya terbungkus kain beludru.
Teringat
akan nubuwwah Rasulullah, Umar pun berkata, “Maha benar Allah dan
Rasul-Nya.”
Selanjutnya
Umar naik ke mimbar dan mengumumkan kejadian itu.
“Aku harus
menangkap mereka (dua budak bibinya).”
Kedua budak
pun berhasil ditangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah. Umar lalu menyalib
keduanya. Inilah pertama kalinya orang disalib di Madinah.
Ummu
Haram binti Milhan radhiyallahu ‘anha
Al-Bukhari
dalam Kitab Shahih-nya telah meriwayatkan, Ummu Haram binti Milhan berkata
bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Tentara
pertama kali dari umatku yang berperang di laut pasti mendapatkan surga.”
Ummu Haram
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka?”
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menjawab, “Engkau termasuk di antara mereka.”
Dalam Kitab
ash-Shahihain, terdapat penjelasan tentang mukjizat Rasulullah yang
mengkhabarkan bahwa Ummu Haram termasuk di antara orang-orang yang berperang di
laut.
Annas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan tentang kematian bibinya, Ummu
Haram.
Ada riwayat
yang menyebutkan bahwa Ummu Haram adalah bibi Rasulullah dari persusuan atau
dari saudari ibunya yang sebapak atau sekakek.
Anas
berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi anak
perempuan Milhan (Ummu Haram), ia bersandar di rumahnya kemudian tertawa. Ummu
Haram bertanya, ‘Mengapa engkau tertawa, Wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,
‘Akan ada dari sekelompok orang dari umatku mengarungi kapal di laut biru
(berperang) di jalan Allah, perumpamaan mereka bagaikan raja yang berada di
atas singgasana’.”
Ummu Haram
berkata, “Wahai Rasulullah, doakan aku agar Allah menjadikanku termasuk di
antara mereka.”
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdoa, “Ya Allah jadikanlah ia termasuk di
antara mereka.”
Setelah itu
Rasulullah kembali kepada Ummu Haram dan tertawa lagi.
Ummu Haram
bertanya lagi, “Seperti tadi?”
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menjawab, “Ya, seperti tadi.”
Ummu haram
berkata, “Doakan aku agar Allah menjadikan aku termasuk di antara mereka.”
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda, “Engkau di antara mereka yang pertama, bukan
yang terakhir.”
Anas
melanjutkan kisahnya, “Ummu Haram kemudian menikah dengan Ubadah bin
ash-Shamit, ia naik kapal di laut bersama Fakhitah binti Qarazhah, istri
Muawiyyah bin Abi Sufyan. Ketika kembali, ia menaiki untanya. Ketika untanya
terperosok, ia terjatuh dan meninggal dunia.
Asma
binti Yazid bin Sakan radhiyallahu ‘anha
Ia adalah
anak perempuan bibi Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, salah seorang
mujahidah yang memiliki peran yang sangat besar dalam meninggikan bendera
Islam.
Asma terjun
dalam Perang Khandak, ia ikut serta bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam dalam perjanjian Hudaibiyah dan Perang Khaibar.
Ia memiliki
peran yang sangat tinggi dalam peperangan Yarmuk tahun ke-13 H. Ia termasuk di
antara orang yang memberi minum pasukan yang kehausan dan membalut luka para
tentara. Bukan sekedar itu saja, akan tetapi ia juga masuk ke barisan tentara
Romawi, ke tengah perkemahan dan berhasil membunuh sembilan orang Romawi.
Ummu
Sulaim radhiyallahu ‘anha
Ummu Sulaim
adalah saudara perempuan Haram binti Milhan. Ada pun Milhan, telah mengatakan
dalam peristiwa Sumur Ma’unah ketika (ia dikhianati) dan ditikam dari belakang
sampai tembus dadanya oleh ujung tombak, “Demi Rabb (Tuhan) Pemilik Ka’bah, aku
telah menang.”
Karena
pengorbanan dan perjuangan keluarganya di jalan Allah, Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menghormati dan menyayangi Ummu Sulaim, serta mengajaknya
berperang bersama para wanita Anshar untuk menyediakan air minum dan mengobati
orang-orang yang terluka.
Ketika
Perang Uhud, ia bersama Aisyah radhiyallahu ‘anha membawa geriba (tempat
air minum). Pada Perang Hunain, ia turut terjun ke medan perang, dipinggangnya
diikatkan belati, padahal saat itu ia sedang mengandung Abdullah bin Abu
Thalhah.
Abu Thalhah radhiyallahu
‘anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai
Rasulullah, ini Ummu Sulaim, ia membawa belati.”
Ummu Sulain
berkata, “Jika ada orang musyrik mendekatiku, akan aku belah perutnya.”
Tingginya
kedudukan Ummu Sulaim dalam Islam, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah
bersabda mengenai dirinya, “Aku masuk surga, aku mendengar langkah di depanku,
ternyata aku bersama Gumaisha’ binti Milhan (Ummu Sulaim).”
Masih banyak
para shahabiyat yang memiliki perjalanan hidup yang agung yang diabadikan dalam
kitab-kitab para ulama. Maka sepatutnya para Muslimah, bahkan kaum lelaki,
mengambil pelajaran dari keagungan karakter, akhlak dan amaliah mereka dalam
memperjuangkan Islam.
Sumber:
Buku “Meneladani Wanita Generasi Sahabat” oleh Dr. Abdul Hamid bin Abdurrahman
as-Suhaibani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar