Rabu, 17 Desember 2014

BAI’AT, SYARIAT YANG NYARIS HILANG

Yakhsyallah Mansur (kiri) dibai'at menjadi imam (pemimpin).
Oleh: Rudi Hendrik, dipublikasikan di mirajnews.com (MINA) pada 5 November 2013


إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ ۚ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَىٰ نَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Bahwasanya orang-orang yang ber-bai’at (berjanji setia) kepadamu, sesungguhnya mereka ber-bai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. Maka barang siapa yang melanggar bai’at-nya, niscaya akibat pelanggaran itu akan menimpa pada dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menepati bai’at-nya kepada Allah, maka Allah memberinya pahala yang besar (surga).” (QS. Al-Fath (48): 10).


Ayat ini adalah salah satu ayat yang mengabarkan tentang syariat “bai’at”, yaitu jual beli atau janji setia kepada Allah melalui perantara Imam (imarah/pemimpin).

Tidak seperti syariat shalat, semua Muslim mengenal dan tahu apa itu shalat dan bagaimana tata cara pelaksanaannya. Namun syariat bai’at, dari 500 orang Muslim, mungkin hanya satu orang yang tahu tentang syariat ini. Apakah yang telah terjadi?

Lebih ironis lagi, sebagian dari yang mengetahui, lebih memilih menjauhi orang-orang yang melaksanakan syariat bai’at, karena telah tercitra bahwa bai’at adalah syariat yang berhubungan atau identik dengan kelompok-kelompok garis keras yang suka perang dan menebar teror dengan aksi-aksi peledakan. Ini adalah anggapan yang menyimpang begitu jauh dan harus diluruskan.

Bai’at adalah syariat sumpah setia kepada Allah (QS. Al-Fath (48): 10). Bai’at adalah transaksi jual beli dengan Allah (QS. At-Taubah (9): 111). Bai’at adalah syariat ketaatan kepada Allah Subhana Wa Ta’ala, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan ulil amri (QS. An-Nisaa’ (4): 59). Bai’at adalah syariat yang tidak bisa dipisahkan dari syariat jama’ah imamah (sistem kepemimpinan kaum Muslimin) sebagaimana atsar Umar bin khaththab radhiyallahu ‘anhu. Bai’at adalah ciri khas seorang Muslim (al-Hadits).

Apakah umat Islam hendak meninggalkan sunnah yang satu ini, padahal ganjarannya tidak lain adalah jannah (surga) yang penuh kenikmatan abadi yang belum pernah terbayangkan?

Selama 350 tahun, kolonial Belanda mengangkangi Indonesia. Begitu ketat dan kejam dalam mengawasi aktivitas para ulama dan pondok-pondok pendidikan agama (pesantren dan sejenisnya). Al-Qur’an hanya boleh dibaca, tidak boleh diterjemahkan dan dipelajari arti dan maksudnya. Hal ini membuat perkembangan ilmu Islam tumbuh separuh jadi. Pada akhirnya umat hanya mengenal ibadah shalat, puasa, zakat, tadarus Al-Qur’an, shadaqah, haji dan lain-lain. Mereka asing dengan syariat bai’at, jama’ah imamah, khilafah, taat kepada ulil amri dan sebagian sunnah-sunnah (isbal, adzan awal, shalat jamak qashar, cara makan minum dan tidur Rasulullah, dan lain-lain).

Para ulama selalu berseru di khutbah-khutbah Jumat atau di mimbar-mimbar taklim agar umat bersatu, jangan berpecah belah, tetapi mereka tidak menunjukkan syariat apa yang bisa membuat umat bersatu. Hal ini dikarenakan mereka tidak mengenal syariat jama’ah imamah, hidup bermasyarakat dan mengamalkan dien (agama) di bawah satu Khalifah (imam). Dan syariat bai’at adalah bagian dari syariat jama’ah imamah yang tidak mungkin dipisahkan.

Pemahaman yang mengatakan bahwa syariat bai’at hanya berlaku pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, adalah pemahaman yang salah. Karena setelah Rasulullah wafat, syariat bai’at tetap dilaksanakan oleh para sahabat.

Dari Az Zuhri, telah mengkabarkan kepada kami Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendengar khutbahnya Umar yang akhir ketika ia duduk di atas mimbar. Waktu itu pagi hari ketika wafatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kata Umar: “Sesungguhnya Abu Bakar telah diangkat menjadi pimpinanmu, maka berdirilah kamu semua dan ber-bai’at-lah kepadanya.” (HR. Bukhari).

Para ahli ilmu setidaknya membagi bai’at menjadi 3 macam, yaitu:

    Bai’at masuk Islam. Dari Mujasyi bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia dan anak saudaranya datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hendak berbai’at untuk hijrah. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Janganlah (berbai’at untuk hijrah), akan tetapi berbai’atlah untuk Islam, karena sesungguhnya tidak ada hijrah sesudah Fathu Makkah (Pembebasan Makkah), dan mengikutinya dengan kebaikan.” (Shahih Ahmad).

    Bai’at imarah (imam/pemimpin). Dari Abdurrahman bin Abdu Rabbil Ka’bah dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa membai’at seorang imam, lalu ia memberikan telapak tangan dan buah hatinya, maka berikanlah kepadanya apa yang ia mampu. Maka jika datang yang lainnya untuk merebut, maka pukullah batang lehernya.” (HR. Abu Dawud – Muslim).

    Bai’at duniawi. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Tiga golongan manusia yang tidak akan berbicara Allah kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan membersihkannya dan bagi mereka siksa yang pedih, yaitu: (1) seseorang yang kelebihan air di tengah jalan, tidak diberikan ke ibnu sabil. (2) Seseorang yang berbai’at kepada imam, tidaklah ia berbai’at kecuali karena dunia, jika diberinya apa yang diingininya, ia sempurnakan bai’atnya dan jika tidak diberinya, ia tidak menepatinya. (3) Seseorang yang berjualan dengan barang jualannya sesudah Ashar, kemudia bersumpah atas nama Allah, sungguh akan diberikannya sekian dan sekian lalu dibenarkannya, kemudian diambil tapi tidak diberikannya.” (HR. Bukhari – Ahmad).

Syariat bai’at adalah syariat Islam yang juga harus dilaksanakan secara wajar dan terbuka, sebagaimana melaksanakan syariat yang lain. Bai’at adalah bagian dari sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat.  Maka itu Rasulullah memberi kabar gembira bagi mereka yang melaksanakan sunnahnya.

Dari Sa’id al-khudry radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  pernah bersabda, “Barang siapa makan (makanan) yang baik, dan beramal di dalam sunnah, dan selamat manusia dari kejahatannya, masuk surga.” (HR. Ad Daruquthny, sahih Al Hakim).

Namun, ketika kita tidak mau mengambil sunnah bai’at, itu sama saja menolak sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Dan ancamannya adalah:

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Enam (macam orang) yang mengutuk saya kepada mereka dan Allah mengutuk mereka (juga), padahal tiap-tiap Nabi itu diperkenankan (permohonannya), yaitu: (1) orang yang menambahi kitab Allah, (2) orang yang mendustakan ketentuan Allah, (3) orang yang mengalah kepada pemerintahan yang sombong (kejam), (4) lalu dengan itu ia memuliakan orang yang direndahkan Allah dan merendahkan orang yang dimuliakan Allah, (5) orang yang menghalalkan dari pada keturunan saya yang telah Allah haramkan, dan (6) orang yang meninggalkan sunnah saya.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Hakim, hadits sahih).

Namun alhamudulillah, syariat bai’at ini masih dipraktekkan oleh sebagian umat Islam, sehingga syariat yang begitu menguntungkan ini tidak hilang sama sekali. Wallahu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar