Yakhsyallah Mansur (kiri) dibai'at menjadi imam (pemimpin) | . |
Oleh: Rudi Hendrik, dipublikasikan di mirajnews.com (MINA) pada 5 November 2013
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ
فَوْقَ أَيْدِيهِمْ ۚ فَمَنْ نَكَثَ
فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَىٰ نَفْسِهِ ۖ
وَمَنْ أَوْفَىٰ بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ
اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Bahwasanya orang-orang yang ber-bai’at (berjanji setia)
kepadamu, sesungguhnya mereka ber-bai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas
tangan mereka. Maka barang siapa yang melanggar bai’at-nya, niscaya akibat
pelanggaran itu akan menimpa pada dirinya sendiri. Dan barang siapa yang
menepati bai’at-nya kepada Allah, maka Allah memberinya pahala yang besar
(surga).” (QS. Al-Fath (48): 10).
Ayat ini adalah salah satu ayat yang mengabarkan tentang
syariat “bai’at”, yaitu jual beli atau janji setia kepada Allah melalui
perantara Imam (imarah/pemimpin).
Tidak seperti syariat shalat, semua Muslim mengenal dan tahu
apa itu shalat dan bagaimana tata cara pelaksanaannya. Namun syariat bai’at,
dari 500 orang Muslim, mungkin hanya satu orang yang tahu tentang syariat ini.
Apakah yang telah terjadi?
Lebih ironis lagi, sebagian dari yang mengetahui, lebih
memilih menjauhi orang-orang yang melaksanakan syariat bai’at, karena telah
tercitra bahwa bai’at adalah syariat yang berhubungan atau identik dengan
kelompok-kelompok garis keras yang suka perang dan menebar teror dengan
aksi-aksi peledakan. Ini adalah anggapan yang menyimpang begitu jauh dan harus
diluruskan.
Bai’at adalah syariat sumpah setia kepada Allah (QS. Al-Fath
(48): 10). Bai’at adalah transaksi jual beli dengan Allah (QS. At-Taubah (9):
111). Bai’at adalah syariat ketaatan kepada Allah Subhana Wa Ta’ala, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan ulil amri (QS. An-Nisaa’ (4): 59). Bai’at
adalah syariat yang tidak bisa dipisahkan dari syariat jama’ah imamah (sistem
kepemimpinan kaum Muslimin) sebagaimana atsar Umar bin khaththab radhiyallahu
‘anhu. Bai’at adalah ciri khas seorang Muslim (al-Hadits).
Apakah umat Islam hendak meninggalkan sunnah yang satu ini,
padahal ganjarannya tidak lain adalah jannah (surga) yang penuh kenikmatan
abadi yang belum pernah terbayangkan?
Selama 350 tahun, kolonial Belanda mengangkangi Indonesia.
Begitu ketat dan kejam dalam mengawasi aktivitas para ulama dan pondok-pondok
pendidikan agama (pesantren dan sejenisnya). Al-Qur’an hanya boleh dibaca,
tidak boleh diterjemahkan dan dipelajari arti dan maksudnya. Hal ini membuat
perkembangan ilmu Islam tumbuh separuh jadi. Pada akhirnya umat hanya mengenal
ibadah shalat, puasa, zakat, tadarus Al-Qur’an, shadaqah, haji dan lain-lain.
Mereka asing dengan syariat bai’at, jama’ah imamah, khilafah, taat kepada ulil
amri dan sebagian sunnah-sunnah (isbal, adzan awal, shalat jamak qashar, cara
makan minum dan tidur Rasulullah, dan lain-lain).
Para ulama selalu berseru di khutbah-khutbah Jumat atau di
mimbar-mimbar taklim agar umat bersatu, jangan berpecah belah, tetapi mereka
tidak menunjukkan syariat apa yang bisa membuat umat bersatu. Hal ini
dikarenakan mereka tidak mengenal syariat jama’ah imamah, hidup bermasyarakat
dan mengamalkan dien (agama) di bawah satu Khalifah (imam). Dan syariat bai’at
adalah bagian dari syariat jama’ah imamah yang tidak mungkin dipisahkan.
Pemahaman yang mengatakan bahwa syariat bai’at hanya berlaku
pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, adalah pemahaman yang salah.
Karena setelah Rasulullah wafat, syariat bai’at tetap dilaksanakan oleh para
sahabat.
Dari Az Zuhri, telah mengkabarkan kepada kami Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendengar khutbahnya Umar yang akhir ketika
ia duduk di atas mimbar. Waktu itu pagi hari ketika wafatnya Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Kata Umar: “Sesungguhnya Abu Bakar telah diangkat menjadi
pimpinanmu, maka berdirilah kamu semua dan ber-bai’at-lah kepadanya.” (HR.
Bukhari).
Para ahli ilmu setidaknya membagi bai’at menjadi 3 macam,
yaitu:
Bai’at masuk
Islam. Dari Mujasyi bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia dan anak
saudaranya datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hendak berbai’at
untuk hijrah. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
“Janganlah (berbai’at untuk hijrah), akan tetapi berbai’atlah untuk Islam,
karena sesungguhnya tidak ada hijrah sesudah Fathu Makkah (Pembebasan Makkah),
dan mengikutinya dengan kebaikan.” (Shahih Ahmad).
Bai’at imarah
(imam/pemimpin). Dari Abdurrahman bin Abdu Rabbil Ka’bah dari Abdullah bin Amr
bin Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda, “Barang siapa membai’at seorang imam, lalu ia memberikan telapak
tangan dan buah hatinya, maka berikanlah kepadanya apa yang ia mampu. Maka jika
datang yang lainnya untuk merebut, maka pukullah batang lehernya.” (HR. Abu
Dawud – Muslim).
Bai’at duniawi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Tiga golongan manusia yang tidak akan berbicara
Allah kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan membersihkannya dan bagi
mereka siksa yang pedih, yaitu: (1) seseorang yang kelebihan air di tengah
jalan, tidak diberikan ke ibnu sabil. (2) Seseorang yang berbai’at kepada imam,
tidaklah ia berbai’at kecuali karena dunia, jika diberinya apa yang
diingininya, ia sempurnakan bai’atnya dan jika tidak diberinya, ia tidak
menepatinya. (3) Seseorang yang berjualan dengan barang jualannya sesudah
Ashar, kemudia bersumpah atas nama Allah, sungguh akan diberikannya sekian dan
sekian lalu dibenarkannya, kemudian diambil tapi tidak diberikannya.” (HR.
Bukhari – Ahmad).
Syariat bai’at adalah syariat Islam yang juga harus
dilaksanakan secara wajar dan terbuka, sebagaimana melaksanakan syariat yang
lain. Bai’at adalah bagian dari sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
dan para sahabat. Maka itu Rasulullah
memberi kabar gembira bagi mereka yang melaksanakan sunnahnya.
Dari Sa’id al-khudry radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah
bersabda, “Barang siapa makan (makanan) yang baik, dan beramal di dalam sunnah,
dan selamat manusia dari kejahatannya, masuk surga.” (HR. Ad Daruquthny, sahih
Al Hakim).
Namun, ketika kita tidak mau mengambil sunnah bai’at, itu
sama saja menolak sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para
sahabatnya. Dan ancamannya adalah:
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda, “Enam (macam orang) yang mengutuk saya kepada mereka
dan Allah mengutuk mereka (juga), padahal tiap-tiap Nabi itu diperkenankan
(permohonannya), yaitu: (1) orang yang menambahi kitab Allah, (2) orang yang
mendustakan ketentuan Allah, (3) orang yang mengalah kepada pemerintahan yang
sombong (kejam), (4) lalu dengan itu ia memuliakan orang yang direndahkan Allah
dan merendahkan orang yang dimuliakan Allah, (5) orang yang menghalalkan dari
pada keturunan saya yang telah Allah haramkan, dan (6) orang yang meninggalkan
sunnah saya.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Hakim, hadits sahih).
Namun alhamudulillah, syariat bai’at ini masih dipraktekkan
oleh sebagian umat Islam, sehingga syariat yang begitu menguntungkan ini tidak
hilang sama sekali. Wallahu ‘alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar