Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma (tengah). |
Afrika Selatan berencana menarik diri dari Pengadilan
Kriminal Internasional (ICC) karena menganggap kewajibannya tidak sesuai dengan
undang-undang yang memberikan pemimpin negara kekebalan diplomatik.
Dikutip dari MINA, Menteri Kehakiman Afrika Selatan Michael Masutha mengatakan
pada Jumat (21/10) bahwa pemerintah akan segera mengajukan RUU di parlemen
untuk menarik diri dari pengadilan di Den Haag tersebut.
Langkah itu diambil di saat beberapa negara Afrika
mengungkapkan keprihatinannya atas apa yang mereka sebut penargetan yang tidak
proporsional oleh ICC terhadap benua Afrika.
Masutha mengatakan, RUU akan mengusulkan bahwa Afrika
Selatan mencabut Statuta Roma, karena undang-undang ICC "bertentangan dan
tidak konsisten dengan" hukum kekebalan diplomatik negara itu.
"Ini sebuah pilihan sulit yang harus dibuat," kata
Masutha kepada wartawan di ibukota Pretoria.
Tahun lalu, Afrika Selatan mengatakan akan meninggalkan ICC
setelah menghadapi kritik karena tidak menangkap Presiden Sudan Omar Al-Bashir
ketika mengunjungi negara itu.
Presiden Bashir telah dituduh melakukan genosida dan
kejahatan perang, tapi ia telah membantah tuduhan itu.
"Para pejabat di sini mengatakan ICC tidak adil karena
menargetkan pemerintah dan pemimpin Afrika," kata wartawan Al Jazeera Haru Mutasa di Johannesburg.
Sebuah dokumen yang dilihat oleh Reuters di PBB pada Kamis
(20/10) menunjukkan bahwa langkah tersebut akan berlaku selama satu tahun
setelah pemberitahuan secara resmi diterima oleh Sekretaris Jenderal Ban
Ki-moon.
Dokumen pengajuan itu tertanggal 19 Oktober 2016 yang
ditandatangani oleh Menteri Hubungan dan Kerja Sama Internasional Afrika
Selatan Maite Nkoana-Mashabane.
ICC yang dibuka pada bulan Juli 2002 dan memiliki 124 negara
anggota, adalah badan hukum pertama dengan yurisdiksi internasional permanen
untuk mengadili pelaku kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan
kejahatan perang.
Negara Afrika lain, Burundi, tampaknya akan menjadi negara
pertama yang menarik diri dari Statuta Roma, perjanjian 1998 untuk pembentukan
pengadilan dunia.
Presiden Burundi Pierre Nkurunziza menandatangani sebuah
dekrit pada Selasa (18/10), tapi PBB belum secara resmi diberi tahu.
Negara-negara Afrika lainnya juga mengancam akan melakukan penarikan,
karena mereka menuduh pengadilan tidak proporsional terhadap negara-negara
benua itu.
"Mereka ingin ICC memperluas jangkauannya dan
mungkin menargetkan pemimpin dari Amerika Serikat dan Eropa," tambah
Mutasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar