Demo anti-xenofobia (AFP/Getty Images) |
Johannesburg, Afrika Selatan, 26 Mei 2015 (MINA) - Pejabat pemerintah di Afrika Selatan
menggunakan perayaan Afrika Day
25 Mei, menyerukan
kesatuan di antara migran Afrika dan masyarakat pribumi, setelah sebulan terjadi gelombang
serangan anti warga asing di negara itu.
"Kita harus mengintegrasikan migran Afrika kepada masyarakat kita," kata Menteri Dalam Negeri Malusi Gigaba dalam upacara penghargaan, Senin, di Johannesburg untuk menghormati migran Afrika yang bertepatan dengan perayaan Afrika Day.
Gigaba mengatakan, migran Afrika memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Afrika Selatan, Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
"Kami berharap bahwa cerita positif migran yang dinominasikan dalam penghargaan akan mengubah perspektif tentang migran di negeri ini," katanya.
Berbicara di sebuah acara terpisah, Presiden Jacob Zuma mengatakan ia bangga sebagai putera Afrika Selatan dan identitas Afrika-nya.
"Kami bangga menjadi bagian dari benua yang sedang berkembang, yang memiliki masa depan yang cerah," kata Zuma saat peringatan Afrika Day oleh pemerintah di Pretoria.
"Kami mendesak lembaga dan perusahaan Afrika Selatan untuk mulai mengibarkan bendera Uni Afrika bersama-sama dengan bendera Afrika Selatan," katanya.
Afrika Day diperingati setiap tahun pada tanggal 25 Mei untuk menandai pembentukan Organisasi Persatuan Afrika (OAU) di Ethiopia, yang sekarang dikenal sebagai Uni Afrika (AU).
Afrika Selatan bergabung dengan OAU pada tanggal 23 Mei 1994, setelah mencapai pembebasan dari rezim apartheid.
"Afrika Day memiliki arti khusus bagi Afrika Selatan pada khususnya dan benua kita pada umumnya," kata Zuma.
Zuma mengatakan Afrika Selatan selama beberapa dekade telah menjadi rumah bagi banyak warga negara Afrika dan itu tidak akan berubah.
"Kami menjadi salah satu bangsa, dan akan tetap satu bangsa, hidup bersama dalam damai dan persahabatan setiap saat," tambah Zuma.
Bulan lalu, Afrika Selatan mengalami gelombang serangan anti-imigran yang dimulai di kota pesisir Durban dan kemudian menyebar ke Johannesburg, kota terbesar di negara itu.
Tujuh orang tewas dalam kekerasan itu dan ratusan orang mengungsi dari rumah dan bisnisnya.
Ratusan migran Afrika lainnya meninggalkan negara itu setelah pemerintah mereka menyediakan transportasi untuk memulangkan mereka kembali ke negerinya.
Warga Afrika Selatan menuduh migran Afrika mengambil pekerjaan mereka dengan menguasai bidang pelayanan sosial dan melakukan kejahatan. (Rudi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar