Kamis, 28 Mei 2015

RAIH PERTOLONGAN ALLAH DENGAN “IKUT ATURAN”

Singkok Gajah (ANTARA Photo)
Oleh: Rudi Hendrik, dipublikasikan mirajnews.com (MINA) pada 22 Maret 2014

Mari kita tebak, sipakah pemenang dalam pertandingan “Final Menanam Singkong” antara Kiai Soleh yang memiliki ribuan santri melawan insinyur pertanian asal Cina bernama Sin Chong, seorang atheis (tidak mengakui Tuhan).


Dalam kisah ilustrasi ini, Kiai Soleh mengandalkan metode inayatullah (pertolongan Allah) dan Sin Chong mengandalkan metode hukum alam atau sebab akibat, orang Islam menyebutnya sunnatullah.

Dalam pertandingan yang memakan waktu berhari-hari itu, Kiai Soleh meletakkan singkongnya di bawah hamparan sajadah dan duduklah ia di atasnya. Mulutnya komat-kamit membaca berbagai macam zikir dengan tasbih tak henti-hentinya bergerak di jemari tangan kanannya. Sang Kiai tidak sendirian, di belakangnya ada ribuan santrinya yang berdoa bersama supaya singkongnya tumbuh dengan baik dan cepat.

Di sisi lain, Sin Chong menanam singkongnya di tanah yang subur, memberinya pupuk dan menyiraminya dengan air.

Siapa pemenangnya menurut Anda? Apakah Kiai Soleh yang mendahulukan inayatullah (pertolongan Allah) atau Sin Chong yang mendahulukan sunnatullah?

Diawali dengan sunnatullah

Pertolongan Allah (inayatullah) sifatnya seperti rezeki, kita tidak boleh hanya diam di masjid, membaca doa, menengadahkan tangan meminta dan berharap kepada Allah, namun kita harus berjuang dan menjemputnya dengan standar yang semestinya.

Perumpamaannya, seperti proses makan. Tidak mungkin nasi dan lauk-pauknya langsung masuk ke dalam perut begitu saja. Ada proses terlebih dahulu dengan memasukkan ke mulut, mengunyah menghaluskan dan kemudian diproses di dalam usus dan lambung.

Untuk meraih sukses, pertama harus patuh kepada sunnatullah. Seperti kalau mau pintar harus rajin belajar, mau jadi penulis harus banyak baca, mau badan sehat harus makanannya sehat dan rajin olah raga, dan lain sebagainya.

Termasuk jika mau singkongnya tumbuh dengan baik dan cepat, maka tanamlah di tanah yang subur, dipupuk dan disiram dengan air.

Maka, janganlah bertanya: “Kenapa sih orang kafir itu banyak yang kaya?”

Mereka lebih mendahulukan sunnatullah yang terkadang memang banyak dinomorduakan oleh Muslim.

Karena itulah, untuk mengatasi masalah itu, motivator Islam dan penulis buku best seller Valentino Dinsi mengkampanyekan program bagi umat Islam “Satu Keluarga Satu Pengusaha” agar umat Islam bisa kaya dengan hasil keringatnya sendiri dengan jalan yang wajar.

Mungkin Anda pernah mendengar cerita sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang datang mengeluh tentang kemiskinannya. Solusi apa yang Rasulullah berikan?

Rasululluah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memintanya agar menjual barang miliknya yang bisa dijual dan hasilnya dibelikan kapak. Setelah itu, sahabat tersebut bekerja sebagai penjual kayu bakar. Sunnatullah-nya, jika ingin memperoleh uang, bekerjalah.

Pertolongan Allah di atas ketaatan

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika kita mengingat Allah dengan ketaatan, niscaya Allah akan mengingat kita dengan pertolongan.”

Kita tahu Nabi Musa ‘Alaihissalam dan pengikutnya kalah kekuatan dengan pasukan yang berkuda dan bersenjata lengkap. Namun tetap Nabi Musa pemenangnya karena pertolongan Allah menenggelamkan Fir’aun dan pasukannya di tengah laut.

Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam itu kalah, karena tubuhnya sudah diikat dan dilemparkan ke dalam api yang berkobar. Secara sunnatullah, harusnya Nabi Ibrahim terbakar, tapi inayatullah mengungguli sunnatullah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dikepung di kediamannya dengan pagar betis orang-orang pilihan Kafir Quraisy berhunuskan pedang dan tombak. Secara sunnatullah, Rasulullah tidak akan bisa keluar tanpa terbunuh.

Namun pertolongan Allah mengalahkan sunnatullah. Nabi keluar dari rumahnya dengan membaca zikir dan menghaburkan pasir ke atas kepala orang-orang yang mengepung kediamannya. Atasi izin Allah, para pengepung tidur mendengkur sampai pagi dan Muhammad pun berlalu dengan aman. Setelah bangun, para pengepung hanya menemukan Ali bin Abi Thalib di tempat tidur Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Kenapa mereka ditolong? Karena mereka adalah pribadi-pribadi yang taat, ikut “aturan main”. Kita harus taat kepada aturan yang baik, yaitu aturan Allah, aturan orang tua, sekolah, lalu lintas, bekerja dan lain sebagainya. Pokoknya aturan yang baik-baik.

Akan berbeda ceritanya bila tidak ikut aturan main, meski ia seorang nabi.

Contoh adalah Nabi Yunus ‘Alaihissalam yang meninggalkan kaumnya sebelum ada wahyu dari Allah. Maka, ketika hujan badai akan menenggelamkan perahu tumpangan Nabi Yunus di tengah laut, namanyalah yang terpilih untuk dilemparkan ke laut setelah beberapa kali undian, demi keselamatan kapal dan para penumpangnya.

Dalam Islam, berbagai aktivitas selalu dituntun agar berselimut doa atau zikir kepada Allah dari awal hingga akhir. Itu aturan main di dalam Islam. Diawali dengan doa kemudian aktivitas dan ditutup dengan doa.

Contoh kecil, ketika hendak naik kendaraan berdoa, kemudian fokus di jalanan dengan mentaati rambu-rambu lalu lintas, ketika sampai perjalanan pun ditutup dengan doa. Kesannya biasa, tapi tahukah Anda bahwa suksesnya Anda dalam perjalanan mengendarai motor atau yang lainnya, ada inayatullah? Coba, jika Anda membayangkan yang selain itu yang terjadi? Na’udzubillah.

Dream, Action, Pray

“Contoh-contoh di atas adalah para Nabi, wajar saja mendapat inayatullah!”

Mungkin ada yang berpikir demikian. Tapi, jika Anda orang yang suka membaca kisah-kisah inspiratif, tentunya sudah sering menemukan banyak kisah orang biasa yang berhasil karena unsur inyatullah. Berawal dari dream (mimpi), lalu action (berjuang) dan pray (berdoa), kemudian pertolongan Allah itu pun turun.

Ada satu contoh kisah nyata dari orang yang mungkin tidak istimewa sekali. Dikisahkan dari tulisan tangan penulis buku best seller, Ahmad Rifa’i Rif’an.

Ahmad menuturkan, “Gadis ini prestasinya sejak SD sampai SMA nyaris tak terlihat. Sangat biasa. Tidak pernah jadi juara kelas, tidak pernah juara kompetisi ini dan itu, pokoknya siswa yang rata-rata saja. Apa lagi gadis ini juga berasal dari keluarga ekonomi lemah. Komplitlah sudah kondisi biasanya.

Tapi satu yang istimewa dari gadis ini, ia adalah gadis yang punya sifat ngotot untuk meraih apa yang diinginkannya.

Nah, saat itu, gadis ini sangat ngotot ingin kuliah. Impiannya tidak tanggung-tanggung, yaitu harus kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit. Karena ia merasa otaknya pas-pasan, akhirnya ia belajar habis-habisan. Pokoknya, bagaimana caranya supaya bisa lolos tes seleksi masuk PTN idamannya.

Singkat kisah, ketika ia melihat pengumuman, namanya lulus seleksi, ia pun langsung sujud syukur. Seorang gadis dengan otak pas-pasan, ekonomi pas-pasan, bisa masuk perguruan tinggi favorit. Baginya itu adalah hadiah terindah dari Rabb-nya.

Namun, tak lama kemudian ia berpikir, “Uang buat kuliah dari mana, ya?” Tentu saja ia bingung, karena untuk biaya masuk saja ia harus mengeluarkan uang jutaan rupiah, belum lagi biaya sehari-hari selama kuliah.

Tapi, sifat gadis ini, jika sudah menginginkan sesuatu, pasti akan dikejarnya sampai dapat.

Saat jalan-jalan di kampus, Allah mempertemukan saya dengan gadis itu. Ia menceritakan semua kisahnya. Akhirnya saya suruh ia ke rektorat untuk meminta agar biaya kuliahnya digratiskan, mulai biaya masuk, SPP, serta biaya lainnya. Karena ia memang tidak sanggup membayarnya.

Gadis itu menurut. Ia masuk ke gedung rektorat. Beberapa saaat kemudian, gadis itu keluar sambil menangis. Ia bercerita bahwa di rektorat ia dimarahi oleh Sekretaris  Pembantu Rektor. Kebetulan yang menangani urusan uang adalah Pembantu Rektor II, jadi belum sampai ke Pembantu Rektor, baru sampai di sekretarisnya.

Gadis ini tidak mau menyerah, ia akan pulang untuk mengambil uang yang telah dipersiapkan orang tuanya di kampung. Namun uang itu hasil hutang. Saya tidak tega, terbayang kesulitan orang tuanya di hari berikutnya untuk melunasi itu.

Sebelum itu dilakukan, saya suruh ia pulang kampung dulu, karena batas waktu daftar ulang masih sekitar semingguan. Saya berpesan, agar ia meminta orang tuanya berdoa. Semoga dengan doa orang tuanya, nanti akan ada keajaiban. Dengan sesegukan, gadis itu pun menurut pasrah, pulang ke rumahnya.

Tanpa sepengetahuannya, saya  mengusahakan agar anak ini bisa kuliah tanpa biaya.

Saya lalu menemui Pembantu Rektor dan menceritakan masalah ini. Namun Pembantu Rektor mengatakan kepada saya, “Rifa’i, kalau kami terlalu memudahkan calon mahasiswa baru untuk meringankan biaya kuliah, ini tentunya akan bisa dimamfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.”

Dari alasan Pembantu Rektor, saya pun akhirnya tahu bahwa beliau sebenarnya mengantisipasi orang-orang  yang mengaku miskin supaya bisa kuliah tanpa bayar. Sekretaris yang judes, yang membuat si gadis menangis, sengaja dipersiapkan untuk memfilter mana orang yang hanya mengaku-ngaku tidak mampu dan mana calon mahasiswa yang memang benar-benar tidak mampu. Logikanya, jika tidak bisa bayar, pilihannya hanya dua, ngotot atau menyerah. Orang yang ngotot itulah yang semangat kuliahnya tinggi. Sedangkan yang menyerah, untuk apa diperjuangkan?

Singkat kisah, melalui perantara Pembantu Rektor II, gadis itu dipertemukan dengan seorang dosen yang mau membayar biaya kuliah si gadis.

Pesan dari kisah sederhana ini adalah impian, ikhtiar, kerja keras, dan doa. Singkatnya, sunnatullah baru inayatullah.


Kisah ini dikutip dari buku best seller “The Perfect Muslimah” Ahamad Rifa’i. (Rudi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar