Singkok Gajah (ANTARA Photo) |
Oleh: Rudi Hendrik, dipublikasikan mirajnews.com (MINA) pada
22 Maret 2014
Mari kita tebak, sipakah pemenang dalam pertandingan “Final
Menanam Singkong” antara Kiai Soleh yang memiliki ribuan santri melawan
insinyur pertanian asal Cina bernama Sin Chong, seorang atheis (tidak mengakui
Tuhan).
Dalam kisah ilustrasi ini, Kiai Soleh mengandalkan metode inayatullah (pertolongan Allah) dan Sin
Chong mengandalkan metode hukum alam atau sebab akibat, orang Islam menyebutnya
sunnatullah.
Dalam pertandingan yang memakan waktu berhari-hari itu, Kiai
Soleh meletakkan singkongnya di bawah hamparan sajadah dan duduklah ia di
atasnya. Mulutnya komat-kamit membaca berbagai macam zikir dengan tasbih tak
henti-hentinya bergerak di jemari tangan kanannya. Sang Kiai tidak sendirian,
di belakangnya ada ribuan santrinya yang berdoa bersama supaya singkongnya
tumbuh dengan baik dan cepat.
Di sisi lain, Sin Chong menanam singkongnya di tanah yang
subur, memberinya pupuk dan menyiraminya dengan air.
Siapa pemenangnya menurut Anda? Apakah Kiai Soleh yang
mendahulukan inayatullah (pertolongan
Allah) atau Sin Chong yang mendahulukan sunnatullah?
Diawali dengan sunnatullah
Pertolongan Allah (inayatullah)
sifatnya seperti rezeki, kita tidak boleh hanya diam di masjid, membaca doa,
menengadahkan tangan meminta dan berharap kepada Allah, namun kita harus
berjuang dan menjemputnya dengan standar yang semestinya.
Perumpamaannya, seperti proses makan. Tidak mungkin nasi dan
lauk-pauknya langsung masuk ke dalam perut begitu saja. Ada proses terlebih
dahulu dengan memasukkan ke mulut, mengunyah menghaluskan dan kemudian diproses
di dalam usus dan lambung.
Untuk meraih sukses, pertama harus patuh kepada sunnatullah.
Seperti kalau mau pintar harus rajin belajar, mau jadi penulis harus banyak
baca, mau badan sehat harus makanannya sehat dan rajin olah raga, dan lain
sebagainya.
Termasuk jika mau singkongnya tumbuh dengan baik dan cepat, maka
tanamlah di tanah yang subur, dipupuk dan disiram dengan air.
Maka, janganlah bertanya: “Kenapa sih orang kafir itu banyak
yang kaya?”
Mereka lebih mendahulukan sunnatullah yang terkadang memang
banyak dinomorduakan oleh Muslim.
Karena itulah, untuk mengatasi masalah itu, motivator Islam
dan penulis buku best seller Valentino Dinsi mengkampanyekan program bagi umat
Islam “Satu Keluarga Satu Pengusaha” agar umat Islam bisa kaya dengan hasil
keringatnya sendiri dengan jalan yang wajar.
Mungkin Anda pernah mendengar cerita sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang datang
mengeluh tentang kemiskinannya. Solusi apa yang Rasulullah berikan?
Rasululluah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam memintanya agar menjual barang miliknya yang bisa dijual
dan hasilnya dibelikan kapak. Setelah itu, sahabat tersebut bekerja sebagai
penjual kayu bakar. Sunnatullah-nya,
jika ingin memperoleh uang, bekerjalah.
Pertolongan Allah di
atas ketaatan
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu berkata, “Jika kita mengingat Allah dengan ketaatan, niscaya Allah
akan mengingat kita dengan pertolongan.”
Kita tahu Nabi Musa ‘Alaihissalam
dan pengikutnya kalah kekuatan dengan pasukan yang berkuda dan bersenjata
lengkap. Namun tetap Nabi Musa pemenangnya karena pertolongan Allah
menenggelamkan Fir’aun dan pasukannya di tengah laut.
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam
itu kalah, karena tubuhnya sudah diikat dan dilemparkan ke dalam api yang
berkobar. Secara sunnatullah,
harusnya Nabi Ibrahim terbakar, tapi inayatullah
mengungguli sunnatullah.
Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dikepung di kediamannya dengan pagar betis orang-orang
pilihan Kafir Quraisy berhunuskan pedang dan tombak. Secara sunnatullah,
Rasulullah tidak akan bisa keluar tanpa terbunuh.
Namun pertolongan Allah mengalahkan sunnatullah. Nabi keluar dari rumahnya dengan membaca zikir dan
menghaburkan pasir ke atas kepala orang-orang yang mengepung kediamannya. Atasi
izin Allah, para pengepung tidur mendengkur sampai pagi dan Muhammad pun
berlalu dengan aman. Setelah bangun, para pengepung hanya menemukan Ali bin Abi
Thalib di tempat tidur Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam.
Kenapa mereka ditolong? Karena mereka adalah pribadi-pribadi
yang taat, ikut “aturan main”. Kita harus taat kepada aturan yang baik, yaitu
aturan Allah, aturan orang tua, sekolah, lalu lintas, bekerja dan lain
sebagainya. Pokoknya aturan yang baik-baik.
Akan berbeda ceritanya bila tidak ikut aturan main, meski ia
seorang nabi.
Contoh adalah Nabi Yunus ‘Alaihissalam
yang meninggalkan kaumnya sebelum ada wahyu dari Allah. Maka, ketika hujan
badai akan menenggelamkan perahu tumpangan Nabi Yunus di tengah laut,
namanyalah yang terpilih untuk dilemparkan ke laut setelah beberapa kali
undian, demi keselamatan kapal dan para penumpangnya.
Dalam Islam, berbagai aktivitas selalu dituntun agar
berselimut doa atau zikir kepada Allah dari awal hingga akhir. Itu aturan main
di dalam Islam. Diawali dengan doa kemudian aktivitas dan ditutup dengan doa.
Contoh kecil, ketika hendak naik kendaraan berdoa, kemudian
fokus di jalanan dengan mentaati rambu-rambu lalu lintas, ketika sampai
perjalanan pun ditutup dengan doa. Kesannya biasa, tapi tahukah Anda bahwa
suksesnya Anda dalam perjalanan mengendarai motor atau yang lainnya, ada inayatullah? Coba, jika Anda
membayangkan yang selain itu yang terjadi? Na’udzubillah.
Dream, Action, Pray
“Contoh-contoh di atas adalah para Nabi, wajar saja mendapat
inayatullah!”
Mungkin ada yang berpikir demikian. Tapi, jika Anda orang
yang suka membaca kisah-kisah inspiratif, tentunya sudah sering menemukan
banyak kisah orang biasa yang berhasil karena unsur inyatullah. Berawal dari dream
(mimpi), lalu action (berjuang) dan pray (berdoa), kemudian pertolongan
Allah itu pun turun.
Ada satu contoh kisah nyata dari orang yang mungkin tidak
istimewa sekali. Dikisahkan dari tulisan tangan penulis buku best seller, Ahmad Rifa’i Rif’an.
Ahmad menuturkan, “Gadis ini prestasinya sejak SD sampai SMA
nyaris tak terlihat. Sangat biasa. Tidak pernah jadi juara kelas, tidak pernah
juara kompetisi ini dan itu, pokoknya siswa yang rata-rata saja. Apa lagi gadis
ini juga berasal dari keluarga ekonomi lemah. Komplitlah sudah kondisi
biasanya.
Tapi satu yang istimewa dari gadis ini, ia adalah gadis yang
punya sifat ngotot untuk meraih apa yang diinginkannya.
Nah, saat itu, gadis ini sangat ngotot ingin kuliah.
Impiannya tidak tanggung-tanggung, yaitu harus kuliah di Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) favorit. Karena ia merasa otaknya pas-pasan, akhirnya ia belajar
habis-habisan. Pokoknya, bagaimana caranya supaya bisa lolos tes seleksi masuk
PTN idamannya.
Singkat kisah, ketika ia melihat pengumuman, namanya lulus
seleksi, ia pun langsung sujud syukur. Seorang gadis dengan otak pas-pasan,
ekonomi pas-pasan, bisa masuk perguruan tinggi favorit. Baginya itu adalah
hadiah terindah dari Rabb-nya.
Namun, tak lama kemudian ia berpikir, “Uang buat kuliah dari
mana, ya?” Tentu saja ia bingung, karena untuk biaya masuk saja ia harus
mengeluarkan uang jutaan rupiah, belum lagi biaya sehari-hari selama kuliah.
Tapi, sifat gadis ini, jika sudah menginginkan sesuatu,
pasti akan dikejarnya sampai dapat.
Saat jalan-jalan di kampus, Allah mempertemukan saya dengan
gadis itu. Ia menceritakan semua kisahnya. Akhirnya saya suruh ia ke rektorat
untuk meminta agar biaya kuliahnya digratiskan, mulai biaya masuk, SPP, serta
biaya lainnya. Karena ia memang tidak sanggup membayarnya.
Gadis itu menurut. Ia masuk ke gedung rektorat. Beberapa
saaat kemudian, gadis itu keluar sambil menangis. Ia bercerita bahwa di
rektorat ia dimarahi oleh Sekretaris
Pembantu Rektor. Kebetulan yang menangani urusan uang adalah Pembantu
Rektor II, jadi belum sampai ke Pembantu Rektor, baru sampai di sekretarisnya.
Gadis ini tidak mau menyerah, ia akan pulang untuk mengambil
uang yang telah dipersiapkan orang tuanya di kampung. Namun uang itu hasil
hutang. Saya tidak tega, terbayang kesulitan orang tuanya di hari berikutnya
untuk melunasi itu.
Sebelum itu dilakukan, saya suruh ia pulang kampung dulu,
karena batas waktu daftar ulang masih sekitar semingguan. Saya berpesan, agar
ia meminta orang tuanya berdoa. Semoga dengan doa orang tuanya, nanti akan ada
keajaiban. Dengan sesegukan, gadis itu pun menurut pasrah, pulang ke rumahnya.
Tanpa sepengetahuannya, saya
mengusahakan agar anak ini bisa kuliah tanpa biaya.
Saya lalu menemui Pembantu Rektor dan menceritakan masalah
ini. Namun Pembantu Rektor mengatakan kepada saya, “Rifa’i, kalau kami terlalu
memudahkan calon mahasiswa baru untuk meringankan biaya kuliah, ini tentunya
akan bisa dimamfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.”
Dari alasan Pembantu Rektor, saya pun akhirnya tahu bahwa
beliau sebenarnya mengantisipasi orang-orang
yang mengaku miskin supaya bisa kuliah tanpa bayar. Sekretaris yang
judes, yang membuat si gadis menangis, sengaja dipersiapkan untuk memfilter
mana orang yang hanya mengaku-ngaku tidak mampu dan mana calon mahasiswa yang
memang benar-benar tidak mampu. Logikanya, jika tidak bisa bayar, pilihannya
hanya dua, ngotot atau menyerah. Orang yang ngotot itulah yang semangat
kuliahnya tinggi. Sedangkan yang menyerah, untuk apa diperjuangkan?
Singkat kisah, melalui perantara Pembantu Rektor II, gadis
itu dipertemukan dengan seorang dosen yang mau membayar biaya kuliah si gadis.
Pesan dari kisah sederhana ini adalah impian, ikhtiar, kerja
keras, dan doa. Singkatnya, sunnatullah
baru inayatullah.
Kisah ini dikutip dari buku best seller “The Perfect Muslimah”
Ahamad Rifa’i. (Rudi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar