Rabu, 08 Juni 2016

PBB: Pemerintah Eritrea Lakukan Kejahatan Kemanusiaan

Program wajib militer di Eritrea memamfaatkan tentara untuk bekerja kasar seperti "budak". (Hrc-eritrea.org)
PBB pada Rabu (7/6) mengatakan, pemerintah Eritrea telah bersalah dengan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sejak kemerdekaan seperempat abad yang lalu sampai dengan “memperbudak” 400.000 orang.

Komisi Penyelidikan PBB (COI) tentang HAM mengungkapkan, kejahatan yang dilakukan sejak tahun 1991 termasuk memenjarakan, penghilangan paksa, pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan dan pembunuhan. kerja paksa wajib militer juga merupakan masalah besar di negara itu.

"Kami berpikir bahwa ada 300.000 sampai 400.000 orang yang telah diperbudak," kata Kepala Penyidik ​​PBB Mike Smith kepada wartawan di Jenewa.

Berdasarkan bukti yang dikumpulkan oleh penyelidikan PBB, pemerintah Eritrea juga menerapkan kebijakan tembak mati di tempat untuk menghentikan orang-orang yang melarikan diri dari negara itu.

Sekitar 5.000 warga Eritrea mempertaruhkan hidup mereka setiap bulan untuk melarikan diri negara yang menerapkan secara paksa wajib militer puluhan tahun.

"Sangat sedikit warga Eritrea yang pernah dibebaskan dari kewajiban militernya," kata Smith.

Menteri Informasi Eritrea Yemane Meskel mengecam temuan PBB di Twitter.

Seorang saksi mengatakan bahwa wajib militer Angkatan Udara dibuat untuk bekerja di perkebunan milik kepala Angkatan Udara. Para personil wajib militer tidak dibayar dan dikirim ke fasilitas penahanan jika mereka menolak untuk bekerja.

Komisi Penyelidikan mengatakan, tindakan itu dilakukan untuk menakut-nakuti dan mengendalikan penduduk sipil dan menghancurkan pihak oposisi.

Komisi Penyelidikan mengungkapkan bahwa masyarakat internasional dan Mahkamah Pidana Internasional terlibat.

"Kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan secara meluas dan sistematis di fasilitas penahanan Eritrea, kamp-kamp pelatihan militer dan lokasi lainnya di seluruh negeri selama 25 tahun terakhir," kata Komisi PBB.

Menurut Komisi, oknim tertentu seperti para pejabat negara di tingkat tertinggi, partai yang berkuasa (Front Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan) dan perwira komandan bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan itu.

Pada 1991, perpecahan antara Ethiopia dan Eritrea diikuti perang kemerdekaan selama tiga dekade. Pemberontak Eritrea berjuang jauh lebih baik melawan pasukan Ethiopia yang didukung pertama oleh Washington dan kemudian oleh Uni Soviet.

Menurut Reporter Lintas Batas, negara ini menduduki peringkat di bawah Korea Utara sebagai yang terburuk di dunia untuk kebebasan pers.

Menurut Bank Dunia, dengan per kapita per tahun pendapatan nasional bruto sebesar $ 480, Eritrea adalah salah satu negara termiskin di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar