Program wajib militer di Eritrea memamfaatkan tentara untuk bekerja kasar seperti "budak". (Hrc-eritrea.org) |
PBB pada Rabu
(7/6) mengatakan, pemerintah Eritrea telah bersalah dengan melakukan kejahatan
terhadap kemanusiaan sejak kemerdekaan seperempat abad yang lalu sampai dengan “memperbudak”
400.000 orang.
Komisi Penyelidikan PBB (COI) tentang HAM mengungkapkan, kejahatan
yang dilakukan sejak tahun 1991 termasuk memenjarakan, penghilangan paksa,
pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan dan pembunuhan. kerja paksa wajib militer
juga merupakan masalah besar di negara itu.
"Kami berpikir bahwa ada 300.000 sampai 400.000 orang
yang telah diperbudak," kata Kepala Penyidik PBB Mike Smith kepada
wartawan di Jenewa.
Berdasarkan bukti yang dikumpulkan oleh penyelidikan PBB, pemerintah
Eritrea juga menerapkan kebijakan tembak mati di tempat untuk menghentikan
orang-orang yang melarikan diri dari negara itu.
Sekitar 5.000 warga Eritrea mempertaruhkan hidup mereka
setiap bulan untuk melarikan diri negara yang menerapkan secara paksa wajib
militer puluhan tahun.
"Sangat sedikit warga Eritrea yang pernah dibebaskan
dari kewajiban militernya," kata Smith.
Menteri Informasi Eritrea Yemane Meskel mengecam temuan PBB
di Twitter.
Seorang saksi mengatakan bahwa wajib militer Angkatan Udara dibuat
untuk bekerja di perkebunan milik kepala Angkatan Udara. Para personil wajib
militer tidak dibayar dan dikirim ke fasilitas penahanan jika mereka menolak
untuk bekerja.
Komisi Penyelidikan mengatakan, tindakan itu dilakukan untuk
menakut-nakuti dan mengendalikan penduduk sipil dan menghancurkan pihak oposisi.
Komisi Penyelidikan mengungkapkan bahwa masyarakat
internasional dan Mahkamah Pidana Internasional terlibat.
"Kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan secara
meluas dan sistematis di fasilitas penahanan Eritrea, kamp-kamp pelatihan
militer dan lokasi lainnya di seluruh negeri selama 25 tahun terakhir,"
kata Komisi PBB.
Menurut Komisi, oknim tertentu seperti para pejabat negara di
tingkat tertinggi, partai yang berkuasa (Front Rakyat untuk Demokrasi dan
Keadilan) dan perwira komandan bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan
itu.
Pada 1991, perpecahan antara Ethiopia dan Eritrea diikuti
perang kemerdekaan selama tiga dekade. Pemberontak Eritrea berjuang jauh lebih
baik melawan pasukan Ethiopia yang didukung pertama oleh Washington dan
kemudian oleh Uni Soviet.
Menurut Reporter Lintas Batas, negara ini menduduki
peringkat di bawah Korea Utara sebagai yang terburuk di dunia untuk kebebasan
pers.
Menurut Bank Dunia, dengan per kapita per tahun pendapatan
nasional bruto sebesar $ 480, Eritrea adalah salah satu negara termiskin di
dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar