Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency
(MINA)
Presiden Gambia Yahya Jammeh adalah pria kelahiran 25 Mei
1965 di desa Kanilai, selatan Gambia. Nama lengkapnya Yahya Abdul-Aziz Jemus
Junkung Jammeh. Sebagian kalangan mengenalnya sebagai pemimpin “tangan besi”,
tapi ia juga presiden yang tidak sungkan melontarkan kalimat-kalimat yang
bermakna “tauhid”.
"Saya akan tunduk hanya kepada Allah dan ibu saya.”
Itu adalah salah satu kalimatnya baru-baru ini dalam
menanggapi kritikan lawan politiknya.
Ada yang unik dari penampilan resmi seorang Jammeh. Ia
selalu tampil di muka umum dengan membawa, kitab suci Al-Quran, tasbih dan
tongkat komando di tangannya. Bahkan, ketika berjabat tangan dengan Presiden
Amerika Serikat Barack Obama, Presiden Jammeh membawa ketiga benda itu.
Presiden Jammeh bergabung dengan Tentara Nasional Gambia
pada 1984, berpangkat Letnan II pada 1989, dan pada Agustus 1992 menjadi
komandan Polisi Militer Yundum Barracks. Ia menerima pelatihan militer yang
lama di negara tetangga Senegal, dan pelatihan polisi militer di Fort
McClellan, Alabama.
Pada 22 Juli 1994, Letnan Yahya Jammeh bersama sekelompok
perwira muda di Tentara Nasional Gambia merebut kekuasaan dari Presiden Sir
Dawda Jawara dalam kudeta militer dengan cara mengambil kontrol fasilitas kunci
di ibukota, Banjul. Kudeta berlangsung tanpa pertumpahan darah dan hanya
menghadapi sedikit perlawanan. Kelompok ini menamai dirinya sebagai Angkatan
Bersenjata Dewan Hukum Sementara (AFPRC). Jammeh yang berusia 29 tahun sebagai
ketuanya.
AFPRC kemudian membekukan konstitusi, menutup perbatasan,
dan menerapkan jam malam. Pemerintahan baru sementara bentukan Jammeh
membenarkan kudeta, mencela korupsi dan kurangnya demokrasi di bawah rezim
Jawara.
Di bawah Jammeh, personel militer merasa puas dengan gaji,
kondisi hidup, dan prospek untuk promosi mereka.
Jammeh kemudian mendirikan Aliansi Reorientasi Patriotik dan
Pembangunan sebagai partai politiknya. Dia terpilih sebagai presiden pada September
1996. Namun, pengamat asing tidak menganggap pemilu itu bebas dan adil.
Dia terpilih kembali pada 18 Oktober 2001 dengan sekitar 53%
suara. Pemilu kali ini umumnya dianggap bebas dan adil oleh pengamat, meskipun
ada beberapa kekurangan yang sangat serius, seperti intimidasi terang-terangan
kepada pemilih dan mendistorsi proses pemilihan yang menguntungkan partai
penguasa.
Sebuah upaya kudeta terhadap Jammeh berhasil digagalkan pada
21 Maret 2006. Jammeh yang saat itu berada di Mauritania cepat kembali ke
Gambia. Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel Ndure Cham, tersangka pemimpin plot,
dikabarkan melarikan diri ke negara tetangga Senegal, sementara terduga
komplotan lainnya ditangkap dan diadili karena pengkhianatan.
Jammeh kembali menduduki masa jabatan ketiga setelah kembali
menang dalam pemilihan presiden pada 22 September 2006.
Pada bulan November 2011, Jammeh lagi-lagi terpilih sebagai
presiden untuk masa jabatan keempat dengan menerima 72% suara rakyat.
Menjelang pemilihan presiden 2016, sejumlah tokoh oposisi,
termasuk pemimpin Partai Persatuan Demokrasi, Ousainou Darboe, dijatuhi hukuman
tiga tahun penjara karena melakukan protes pro-demokrasi.
Dalam pidato publiknya, Jammeh menyebut anggota oposisi
"orang oportunistik yang didukung oleh Barat."
"Saya akan tunduk hanya kepada Allah dan ibu saya. Saya
tidak akan pernah mentolerir oposisi untuk mengacaukan negara ini," Kata
Jammeh.
Pemilihan itu berlangsung pada 1 Desember 2016 dengan hasil
mengejutkan. Jammeh dikalahkan oleh Adama Barrow, pemimpin koalisi
partai-partai oposisi.
Jammeh menyatakan kepada publik bahwa ia tidak akan
memprotes hasilnya. Pengumuman itu membuat banyak warga pendukung oposisi
tumpah ruah ke jalan merayakan kemenangan oposisi.
Namun, sepekan kemudian, Presiden Jammeh tampil kembali di
publik dan mengumumkan menolak hasil pemilu, karena dinilai banyal kejanggalan
serius. Ia menyerukan diadakannya pemilu presiden baru dengan komisi pemilihan
yang lebih independen dan terpercaya.
Presiden Yahya Jammeh bersama Presiden AS Barack Obama. (Dok. Al Jazeera) |
Yayasan Perdamaian
Jammeh
Yayasan Perdamaian Jammeh (JFP) diciptakan oleh Jammeh untuk
membantu mengentaskan kemiskinan di kalangan rakyat Gambia, meningkatkan
produksi pertanian, dan mensponsori beasiswa pendidikan bagi siswa yang tidak
mampu.
Yayasan ini memiliki sebuah rumah sakit yang disponsori oleh
presiden dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum.
Pada tahun 2012, secara pribadi Jammeh menyumbang sebesar $
2.563.138 kepada Konferensi Pemuda dan Festival Nasioal (NAYCONF) dan "dua
truk kalkun" kepada Dewan Kristen Gambia untuk dikirimkan ke komunitas
Kristen. Jammeh juga menjadi penyandang dana bagi warga Gambia dan non-Gambia
yang kurang mampu untuk masuk ke pedidikan universitas, baik di dalam maupun di
luar negeri.
Hak-hak Perempuan
Jammeh pun mengumumkan larangan pernikahan anak dan melarang
mutilasi alat kelamin perempuan (FGM) di Gambia. Larangan itu didorong oleh
fakta bahwa 46% anak perempuan Gambia menikah di bawah usia18 tahun dan
mayoritas telah mengalami FGM.
Larangan itu diumumkan setelah akhir bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada Juli
2016. Jammeh menyebut praktek FGM
"tidak ada tempat dalam Islam atau dalam masyarakat modern."
Homoseksualitas
Pada 15 Mei 2008, Jammeh mengumumkan bahwa pemerintahannya
akan memperkenalkan UU yang akan mengatur hukum terhadap kaum homoseksual yang
lebih "ketat daripada di Iran". Ia menegaskan akan "memotong
kepala" setiap gay atau lesbian yang ditemukan di negerinya.
Laporan berita mengindikasikan bahwa pemerintah bermaksud
menghukum semua homoseksual di negara itu. Dalam pidatonya di Tallinding,
Jammeh memberikan "ultimatum akhir" kepada setiap gay atau lesbian di
Gambia untuk meninggalkan negara itu.
Dalam pidatonya di PBB pada 27 September 2013, Jammeh
mengatakan bahwa "homoseksual dalam segala bentuk dan manifestasinya,
sangat jahat, yang anti-kemanusiaan serta anti-Allah, sedang dipromosikan
sebagai hak asasi manusia oleh beberapa kekuatan."
Menurutnya, mereka yang melakukannya “ingin mengakhiri
eksistensi manusia."
Klaim perawatan medis
dan obat
Pada bulan Januari 2007, Jammeh mengklaim ia bisa
menyembuhkan HIV / AIDS dan asma dengan herbal alami. Program pengobatannya
menginstruksikan pasien untuk berhenti memakai obat anti-retroviral mereka.
Namun, klaim itu telah dikritik karena mempromosikan
pengobatan tidak ilmiah yang dapat memiliki hasil yang berbahaya, termasuk
infeksi lain oleh orang-orang yang berpikir mereka telah disembuhkan dengan
metode ini.
Pada bulan Agustus 2007, Jammeh mengaku telah mengembangkan
infus herbal dosis tunggal yang bisa mengobati tekanan darah tinggi. Jammeh
juga mengklaim mengembangkan pengobatan untuk infertilitas pada wanita sebagai
bagian dari apa yang disebut Program Pengobatan Alternatif Presiden (PATP).
Klaim sejarah
Menurut surat kabar harian Observer, pada 26 Juli 2010 Jammeh menyatakan bahwa Gambia adalah
salah satu negara tertua dan terbesar di Afrika, yang dikurangi menjadi ular
kecil oleh pemerintah Inggris yang menjual semua tanah negeri itu ke Perancis.
Keislaman Jammeh
Jammeh seperti kebanyakan orang Gambia, beragama dan
mengamalkan Islam.
Pada Juli 2010, Jammeh menekankan bahwa orang harus beriman
kepada Tuhan, "Jika Anda tidak percaya pada Tuhan, Anda tidak pernah bisa
berterima kasih kepada umat manusia dan Anda bahkan lebih rendah dari
babi."
Pada tahun 2011 ia mengatakan kepada BBC, "Saya akan
menyampaikan kepada rakyat Gambia, jika saya harus memerintah negara ini selama
satu miliar tahun, saya akan jalani, jika Allah mengatakan demikian."
Pada tanggal 12 Desember 2015, Jammeh menyatakan negara
mayoritas Muslim itu menjadi “Republik Islam”. Jammeh mengatakan kepada
televisi nasional bahwa proklamasi negara itu sejalan dengan "identitas
agama dan nilai-nilai" bangsa Gambia. Dia menambahkan bahwa ada kode
berpakaian yang akan deterapkan bagi wanita Muslim di negara itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar