Minggu, 08 Oktober 2017

Kekerasan Seksual Jadi Taktik Perang di Afrika Tengah

Kaum wanita di Republik Afrika Tengah jadi sasaran serangan seksual dalam perang kelompok bersenjata. (Foto: HRW)
Kelompok bersenjata di Republik Afrika Tengah (CAR) menggunakan kekerasan seksual untuk meneror wanita dan anak-anak sebagai taktik perang mereka selama hampir lima tahun konflik.

Menurut data dan kesaksian yang dihimpun oleh lembaga HAM Human Rights Watch (HRW), anggota kelompok bersenjata memukul perempuan, membakarnya dan meninggalkan korbannya dengan tulang yang patah, menghancurkan gigi dan melukai kepala.


Para wanita CAR yang menjadi korban dan selamat memberi kesaksian kepada aktivis lembaga yang bermarkas di Amerika Serikat itu. Ada yang bersaksi bahwa dirinya diperkosa oleh lebih dari 10 orang anggota kelompok bersenjata dalam satu insiden.

Laporan HRW menghimpun data sebanyak 305 kasus perkosaan dan perbudakan seksual, terjadi terhadap 296 perempuan dan anak perempuan oleh anggota kelompok bersenjata antara awal 2013 hingga pertengahan 2017.

Ada dua kelompok bersenjata besar dalam beberapa tahun konflik di CAR. Kelompok Muslim yang bernama Seleka dan kelompok Kristen yang bernama anti-Balaka. Kedua kelompok menggunakan kekerasan seksual untuk membalas kelompok musuhnya.

Kekerasan seksual itu diungkapkan oleh Hillary Margolis, peneliti hak wanita HRW dalam sebuah pernyataannya pada 5 Oktober 2017.

Para korban yang masih hidup bisa melihat para pemerkosa itu berjalan dengan bebas, bahkan ada yang kini menjadi pejabat di pemerintahan. Para pelaku tidak menghadapi konsekuensi apapun dari kejahatannya.

Para pelaku dinilai tidak hanya melanggar hukum Republik Afrika Tengah, tapi juga masuk dalam kategori kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dari 296 wanita korban serangan seksual, HRW baru mewawancarai 11 wanita untuk memulai penyelidikan kriminal. Sejauh ini, tidak ada anggota kelompok bersenjata yang ditangkap atau diadili karena melakukan kekerasan seksual.

Keadilan tidak dapat diakses

"Korban kekerasan seksual harus mendapat dukungan - medis, psikologis dan sosial," kata Lewis Mudge, peneliti di HRW Divisi Afrika.

Untuk menyelidiki dugaan terjadinya serangan seksual, pemerintahan baru di CAR membentuk Unit Gabungan Intervensi Cepat dan Penindasan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak.

"Jika orang-orang yang kita tahu bertanggung jawab atas kejahatan berat ini, jika mereka tidak ditangkap, maka tidak ada korban yang akan mencari keadilan dan itu membuat keadilan tidak dapat diakses," kata Paul Amedee Moye, ketua lembaga pemerintahan itu.

Republik Afrika Tengah adalah bekas koloni Perancis. Negara itu jatuh ke dalam krisis politik yang berkepanjangan pada 2013 setelah Presiden Francois Bozize digulingkan oleh kelompok Seleka.

Pelecehan anggota Seleka terhadap penduduk Kristen menyebabkan munculnya kelompok balas dendam bernama anti-Balaka, yang kemudian melakukan kekerasan mereka sendiri.

Pertempuran kedua kelompok bersenjata tersebut telah menewaskan ribuan orang dan memaksa hampir setengah juta orang mengungsi dari rumah mereka.

Pemerintah CAR mengadakan kesepakatan damai dengan 13 dari 14 kelompok bersenjata yang aktif di negara tersebut pada 19 Juni.

Namun, gencatan senjata itu diikuti oleh bentrokan kekerasan antara faksi-faksi yang menewaskan lebih dari 100 orang di kota Bria, timur laut ibu kota Bangui.

Misi penjaga perdamaian PBB terlibat

MINUSCA, misi penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-bangsa, telah beroperasi di negara ini sejak April 2014.

Pasukan penjaga perdamaian PBB di CAR yang sebanyak 13.000, terungkap sejumlah personelnya terlibat dalam serangkaian tuduhan seksual.

Menurut sebuah penyelidikan baru-baru ini oleh kantor berita Associated Press, antara tahun 2004 hingga 2016, PBB menerima hampir 2.000 tuduhan eksploitasi seksual dan pelecehan terhadap para wanita.

HRW mendesak MINUSCA bersikap proaktif dan berpikir untuk melindungi perempuan dan anak perempuan sebelum mereka diserang. 

Sumber: Tulisan Saba Aziz di Al Jazeera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar