Kamis, 23 Juni 2016

Hampir 200 Pengungsi Nigeria Mati Kelaparan

Relawan kemanusiaan medis Dokter Lintas Batas (MSF) mengatakan, dalam sebulan terakhir, hampir 200 pengungsi yang menyelamatkan diri dari serangan kelompok Boko Haram, telah meninggal karena kelaparan dan dehidrasi di kamp di kota Bama, timur laut Nigeria.

Menurut pernyataan lembaga medis dunia itu pada Rabu (22/6), para pengungsi berbicara tentang anak-anak yang mati kelaparan dan mereka menggali kuburan baru setiap hari.

Dikutip MirajNews.com/id, MSF mengatakan, sebuah kondisi "darurat bencana kemanusiaan" berlangsung di sebuah kamp darurat di sebuah kompleks rumah sakit, tempat 24.000 orang telah mengungsi.

Para dokter menyebut 16 anak kurus berisiko meninggal. MSF menemukan, satu dari lima, dari 15.000 anak yang menderita kekurangan gizi akut.

"Kami melihat trauma pada wajah pasien kami yang telah menyaksikan dan selamat dari banyak kengerian," kata Ghada Hatim, Kepala MSF misi di Nigeria.

Timnya mencapai Bama pada Selasa (21/6) setelah konvoi militer berangkat dari Maiduguri, ibukota negara bagian Borno yang merupakan markas militer Nigeria.

Meskipun Bama hanya berjarak 70km arah tenggara dari Maiduguri, bentrokan yang sedang berlangsung antara pemberontak dan pasukan pemerintah membuat perjalanan tidak aman.

Dr Christopher Mampula dari MSF menjelaskan melalui telepon dari Paris, kondisi rawan itu membuat petani tidak menanam tanaman selama 18 bulan.

Militan Boko Haram sering menyerang dengan membakar rumah-rumah dan menghancurkan sumur milik penduduk di daerah yang suhunya sering di atas 40 derajat.

Kelompok bersenjata merebut Bama pada bulan September 2014 dan tentara Nigeria merebutnya kembali pada Maret 2015.

Menurut PBB, pengungsi di Bama berjumlah sekitar 1,8 juta warga Nigeria yang terpaksa meninggalkan rumahnya dan tinggal di dalam negeri. Sementara 155.000 lainnya berada di negara-negara tetangga.

Rabu, 08 Juni 2016

PBB: Pemerintah Eritrea Lakukan Kejahatan Kemanusiaan

Program wajib militer di Eritrea memamfaatkan tentara untuk bekerja kasar seperti "budak". (Hrc-eritrea.org)
PBB pada Rabu (7/6) mengatakan, pemerintah Eritrea telah bersalah dengan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sejak kemerdekaan seperempat abad yang lalu sampai dengan “memperbudak” 400.000 orang.

Komisi Penyelidikan PBB (COI) tentang HAM mengungkapkan, kejahatan yang dilakukan sejak tahun 1991 termasuk memenjarakan, penghilangan paksa, pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan dan pembunuhan. kerja paksa wajib militer juga merupakan masalah besar di negara itu.

"Kami berpikir bahwa ada 300.000 sampai 400.000 orang yang telah diperbudak," kata Kepala Penyidik ​​PBB Mike Smith kepada wartawan di Jenewa.

Berdasarkan bukti yang dikumpulkan oleh penyelidikan PBB, pemerintah Eritrea juga menerapkan kebijakan tembak mati di tempat untuk menghentikan orang-orang yang melarikan diri dari negara itu.

Sekitar 5.000 warga Eritrea mempertaruhkan hidup mereka setiap bulan untuk melarikan diri negara yang menerapkan secara paksa wajib militer puluhan tahun.

"Sangat sedikit warga Eritrea yang pernah dibebaskan dari kewajiban militernya," kata Smith.

Menteri Informasi Eritrea Yemane Meskel mengecam temuan PBB di Twitter.

Seorang saksi mengatakan bahwa wajib militer Angkatan Udara dibuat untuk bekerja di perkebunan milik kepala Angkatan Udara. Para personil wajib militer tidak dibayar dan dikirim ke fasilitas penahanan jika mereka menolak untuk bekerja.

Komisi Penyelidikan mengatakan, tindakan itu dilakukan untuk menakut-nakuti dan mengendalikan penduduk sipil dan menghancurkan pihak oposisi.

Komisi Penyelidikan mengungkapkan bahwa masyarakat internasional dan Mahkamah Pidana Internasional terlibat.

"Kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan secara meluas dan sistematis di fasilitas penahanan Eritrea, kamp-kamp pelatihan militer dan lokasi lainnya di seluruh negeri selama 25 tahun terakhir," kata Komisi PBB.

Menurut Komisi, oknim tertentu seperti para pejabat negara di tingkat tertinggi, partai yang berkuasa (Front Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan) dan perwira komandan bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan itu.

Pada 1991, perpecahan antara Ethiopia dan Eritrea diikuti perang kemerdekaan selama tiga dekade. Pemberontak Eritrea berjuang jauh lebih baik melawan pasukan Ethiopia yang didukung pertama oleh Washington dan kemudian oleh Uni Soviet.

Menurut Reporter Lintas Batas, negara ini menduduki peringkat di bawah Korea Utara sebagai yang terburuk di dunia untuk kebebasan pers.

Menurut Bank Dunia, dengan per kapita per tahun pendapatan nasional bruto sebesar $ 480, Eritrea adalah salah satu negara termiskin di dunia.

Kamis, 02 Juni 2016

Bom Mobil di Mogadishu Tewaskan Dua Anggota Parlemen Somalia

Lokasi depan Hotel Ambassador di Mogadishu, Somalia.
Sebuah bom mobil meledak di gerbang luar sebuah hotel di Mogadishu, Somalia yang diikuti oleh serangan tembakan, menewaskan sedikitnya 15 orang, termasuk dua anggota parlemen.

Militan Al-Shabaab mengaku bertanggung jawab atas serangan Rabu (1/6) itu yang menargetkan Ambassador Hotel.

Hotel tersebut sering dikunjungi oleh diplomat, pejabat pemerintah dan warga luar negeri yang berkunjung ke Somalia.

Polisi mengatakan, dua politisi yang tewas dalam serangan itu bernama Mohamud Mohamed dan Abdullahi Jamac. Kedua korban tinggal di hotel. Setidaknya 20 orang lainnya terluka.

"Kami menyerang hotel dengan bom mobil dan kami masuk ke dalam," kata Sheikh Abdiasis Abu Musab, juru bicara operasi militer Al-Shabab, kepada kantor berita Reuters.

Serangan bom berlanjut dengan saling tembak antara anggota militan yang berlindung di hotel dengan pihak keamanan.

Seorang sumber mengatakan kepada Al Jazeera, setidaknya tiga militan terlibat dalam serangan itu.

Serangan itu terjadi tak lama sebelum kedatangan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Mogadishu. 

Al-Shabab adalah kelompok yang berusaha menggulingkan pemerintah Somalia. Mereka telah diusir dari Mogadishu oleh pasukan misi Uni Afrika AMISOM pada 2011. Tahun lalu, mereka digulingkan dari kubu tempat lain di selatan oleh AMISOM dan Tentara Nasional Somalia.