Ilustrasi (AA) |
Amnesty
International mengatakan pada Jumat (29/1), gambar satelit terbaru dan laporan
saksi menunjukkan adanya lima kuburan massal di pinggiran ibukota Burundi, Bujumbura.
Menurut Amnesty di
Johannesburg, Afrika Selatan, puluhan orang dilaporkan telah dibunuh oleh pasukan
keamanan Burundi pada Desember 2015.
Saksi mengatakan
kepada Amnesty International, kuburan telah digali pada sore hari 11 Desember di
Buringa, pinggiran Bujumbura, setelah hari-hari kekerasan terburuk terjadi di
negara itu. Mi’raj
Islamic News Agency (MINA) memberitakannya.
Kelompok hak asasi
manusia mengatakan, gambar dan rekaman video yang diperoleh akhir Desember dan
awal Januari itu, menunjukkan tanah yang rusak dan konsisten dengan kesaksian yang
diperoleh dari saksi.
"Gambar-gambar
ini menunjukkan upaya yang disengaja oleh pemerintah untuk menutupi luasnya pembunuhan
oleh pasukan keamanan," kata Lynne Muthoni Wanyeki, Direktur Amnesty
Internasional untuk Afrika Timur.
Amnesty lebih
lanjut mengatakan, penelitinya hadir di ibukota Bujumbura ketika pembunuhan
terjadi dan telah mengunjungi lingkungan yang terkena dampak.
"Para peneliti
menemukan kolam darah besar yang beberapa korbannya telah dibunuh tetapi tubuh
mereka telah dihilangkan," kata pernyataan itu.
Kelompok hak asasi
manusia mengatakan, saksi menggambarkan bagaimana polisi dan petugas lokal menyisir
berbagai kampung untuk mengambil mayat orang yang tewas oleh pasukan keamanan
dan membawa mereka ke lokasi yang dirahasiakan.
"Sumber-sumber
lokal melaporkan, 25 mayat dikuburkan di lima lokasi kuburan di Mpanda, dan 28
mayat dikuburkan di empat kuburan di Kanyosha. Tidak diketahui berapa banyak
mayat yang mungkin ditemukan di tempat lain," kata Amnesty.
Kelompok HAM
sekarang mencoba membuat para pemimpin Afrika yang menghadiri KTT Uni Afrika ke-26
di Ethiopia untuk mendesak pemerintah Burundi memberi akses bagi penyelidik
internasional ke semua lokasi makam yang diduga.
Amnesty mengatakan,
penyidik harus diizinkan untuk memulai penyelidikan segera dan independen.
Konflik pecah di
Burundi pada 2015 setelah Presiden Pierre Nkurunziza memutuskan untuk memperpanjang
masa jabatannya yang ketiga sehingga menimbulkan bentrokan antara pendukung
oposisi dan pasukan keamanan.
Menurut PBB,
sedikitnya 3.496 orang telah ditangkap sehubungan dengan krisis politik di
negara itu.
(Sumber: MirajNews.com/id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar